Rabu, 24 Juni 2015

Evaluasi Kinerja Polisi; Pencegahan atau Penindakan, mana lebih efektif ??

DR. Muhammad Nasir, M.Si
Muhammad Nasir

             Kinerja harus terukur dan terencana dengan dengan baik. Tidak ada pembenaran dalam kamus manajemen apapun yang membiarkan kinerja organisasi berjalan seperti tukang bakso. Harus ada rencana, strategi, target, sistem dan metoda dalam mencapai tujuan organisasi dan pertanggungjawaban kepada public.

            Bangunan organisasi mempunyai batasan dan antara pelaksana, pendukung dan manajemen. Semua harus berjalan linier sebagaimana jarum jam, bergerak dari sistem yang kecil menggerakan yang lebih besar dan terus menggerakan agar putaran jarum jam dari detik, menit, jam sampai pergantian hari dengan sistem yang tidak menyimpang satu dengan yang lain. Gerakan tersebut terukur dan sesuai dengan tujuan yang dapat dilihat hasil oleh orang lain dengan mekanisme dan norma yang benar.

            Polisi mempunyai organisasi yang besar, yang tersusun dari tingkat top manager sampai pada level pelaksana yang merajut di akar rumput Babinkamtibmas. Organisasi besar yang tersebar sampai ke plosok bumi pertiwi demi satu tujuan keamanan dan ketertiban masyarakat Indonesia.


Pola Kinerja Polisi

            Organisasi polisi tersusun secara sistematis, terlembaga dan mengakar pada tujuan dalam pemerliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum dan pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Susunan organisasi terfragmentasi pada unit pelaksana dari tingkat atas sampai pada grass root dalam kapasitas yang sama. Polisi sebagai aktor bukan ditengah masyarakat tidak lagi melihat symbol dalam pangkat ataupun klasifikasi dalam eselon. Masyarakat menilai kinerja polisi dari kapasitas kebutuhan masyarakat dan rasa nyaman dalam hak-haknya dalam lingkup sebagai warga negara. Karena dalam warga negara hak-hak sipil mempunyai jaminan perlindungan dan pelayanan dari Negara sebagaimana digariskan.

            Secara filosofi penggunaan symbol dalam pangkat polisi sudah memikul tugas dan tanggungjawab yang sama, membawa keamanan dan ketertiban, penegakan hukum dan perlindungan dan pelayanan masyarakat yang berada dalam satu posisi bahu yang sama. Tinggal bagaimana polisi mengatur dan membagi tanggungjawab dalam kapasitas organisasi yang terfragmentasi dalam unit-unit kecil sebagai ujung tombak mendekatkan pelayanan secara langsung ditengah kebutuhan masyarakat.

            Polisi secara organisatoris telah menggunakan organisasi moderan, dalam organisasi modern menggunakan berbagai konsep-konsep dan teknik-tekniknya dikembangkan dari multidisiplin. Tujuannya adalah untuk memberikan sintesa yang menyeluruh kepada bagian-bagian yang berhubungan dengan semua bidang untuk mengembangkan organisasi agar diterima secara umum. Dalam organisasi modern mekankan pada perpaduan dan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan secara menyeluruh dengan pembagian tugas secara profesional. Dalam lingkup organisasi kekinian, susunan organisasi yang terstruktur tidak lagi menjadi pedoman yang diunggulkan, tetapi organisasi lebih bersifat flat. Dimana dalam organisasi tersebut dibutuhkan tingkat profesionalitas yang terukur dari implementor. Sehingga ukurannya adalah kesesuaian antara kebutuhan dan harapan.

            Kinerja polisi dapat dilihat dari dua kacamata besar yang mengangga dalam setiap celah kebutuhan masyarakat. Dimana polisi berada ditengah masyarakat yang independen, tidak melihat dimana posisi seorang polisi berdiri tetapi melihat dalam kacamata polisi harus membawa dua ranah warga negara yang berlawanan satu dengan yang lain. Polisi berada diantara sampah kehidupan masyarakat. Polisi harus bekerja menyenangkan dua orang bertikai secara seimbang. Begitu juga polisi harus berdiri diantara kebutuhan masyarakat dan keterbatasan negara.

Sebagai polisi yang professional perbaikan masyarakat dan rasa aman masyarakat menjadi harga mati yang harus dipertahankan. Dimana pembangunan masyarakat selalu diawali dengan cermin polisi yang berada dilingkungan teresebut. Karenanya kinerja polisi diukur bukan banyaknya kasus yang diungkap tetapi bagaimana embrio kejahatan tersebut mati sebelum berkembang.

Preventif Approach

            Sebagai payung hukum operasional kepolisian menempatkan ayat 1 dalam pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 dengan wewenang polisi dengan mengedepankan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat lebih awal dari pada penegakkan hukum yang berkaca pada problem solving sebagai solusi. Begitu juga dalam struktur organisasi yang digunakan saat ini polisi mengedepankan fungsi pencegahan dan pemerilaharaan lebih dominan dari pada fungsi penindakan. Artinya bahwa polisi berada ditengah masyarakat bukan didominasi oleh pertimbangan hukum tetapi lebih mengedepankan pencegahan dan pemecahan permasalahan di tengah masyarakat. Prosentase penindakan atau penegakkan hukum lebih kecil dibandingkan dengan pencegahan dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban, oleh karennya mind set atau prilaku polisi dilapangan juga mengikuti alur pemikiran tersebut.

            Melihat kondisi tersebut polisi sebagai warga negara dan sebagai aparatur harus dapat menempatkan diri secara apik. Karena polisi harus berada di depan dari pola pemikiran warga negara yang lain. Sebagai pemelihara, sebagai pelindung, sebagai pengayom dan pelayan serta sebagai sebagai penegak hukum, maka kondisi polisi sebagai implementor harus berada di depan dalam segala aspek kebutuhan masyarakat. Karena posisi polisi sebagai implementor kebijakan, polisi akan menjadi tempat mengadu dan mencarikon solusi dalam berbagai segmen kebutuhan masyarakat. Dengan keadaan tersebut, maka polisi harus mampu mengisi dirinya berbagai kebutuhan baik infomasi, pengetahuan maupun pengalaman empiric dalam menyelesaikan berbagai kebutuhan masyarakat.

            Sir Robert Peel (1828) yang pertama mendirikan pelayanan polisi kepada masyarakat dan membedakan sisi tugas polisi dengan militer di London Inggris. Dasar tersebutlah kemudian dengan berbagai tugas kepolisian yang mengedepankan sisi humanis menjadikan kinerja polisi sebagai bagaian dari aparatur yang melindungi dan menyayangi masyarakat. Sebagai bagian integral dari aparatur pemerintah bersama dengan komponen yang lain polisi mempunyai kewajiban yang lebih banyak menangani berbagai persoalan sosial.

            Polisi kekinian mendasari konsep tersebut mengembangkan tugas melindungi dan menyayangi masyarakat dengan konsep wewenang polisi dalam undang-undang dengan pemerilaharaan kamtibmas. Konsep yang saat ini dikembangkan dan dilaksanakan oleh polisi dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat dengan dengan mendekatkan hubungan polisi dengan masyarakat.  Mendekatkan seluruh masyarakat dengan polisi dalam berbagai kebutuhan. Ketika masyarakat membutuhkan polisi maka polisi ada diantara mereka dengan segala atributnya. Dari kondisi tersebut maka polisi harus ada ditengah masyarakat dalam wujud, symbol dan kebutuhan. Sehingga masyarakat terlindungi dan terayomi dengan sesungguhnya.

            Dengan pendekatan pencegahan akan gangguan kamtibmas, maka ada dua kegiatan yang harus selalu dilakukan oleh polisi. Kegiatan pertama adalah melekatkan polisi dengan masyarakat dan yang kedua melalui pendeteksian setiap embrio kejahatan.  

Secara konseptual Friedman R (1998) Community Policing; Comparative and Prospect dalam konsepnya menyatakan community policing adalah kebijaksanaan dan strategi yang bertujuan untuk memperoleh hasil yang lebih efektif dan efisien dalam mengendalikan kejahatan, mengurangi rasa takut atas ancaman kejahatan (fear of crime), memperbaiki kualitas kesejahteraan hidup, meningkatkan perbaikan pelayanan polisi dan legitimasi melalui kemandirian proaktif berlandaskan pada sumber daya komunitas masyarakat yang mencari upaya untuk merubah kondisi-kondisi yang menyebabkan adanya kejahatan. Pendapat Robert Blair dalam Kratcosky dan Duane Dukes (1991:86) menyatakan community policingas a philoshopy of policing it embodies a number of principles or ideas that guide the structure of policing or ideas that guide the structure of policing to ward goal attainment” Artinya bahwa konsep community policing sebagai sebagai sebuah strategi dan filosofi perpolisian untuk mencapai tujuan organisasi kepolisian dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.

            Lalu apa implementasi community policing secara membumi yang dilakukan oleh polisi?. Bagaimana pelaksanaanya?. Sudahkan berjalan secara optimal, bagiamana outcame-nya dan banyak pertanyaan lain dibenak masyarakat.

            Saat ini polisi yang melakukan tugas dilingkungan warga masyarakat dan selalu melakukan deteksi dan menjadi problem solving dalam persoalan yang terjadi dilingkungan warga masyarakat. Setiap hari setelah petugas tersebut melakukan door to door ke lingkungan warga masyarakat untuk melakukan perlindungan secara melekat dalam berbagai aspek kebutuhan masyarakat.

            Pola pencegahan dengan lebih mendekatkan kepada kebutuhan masyarakat belum mampu mencegah terjadinya tindak pidana secara gradual, tetapi sedikit banyak akan menambah pengetahuan warga masyarakat tentang pentingnya pengamanan diri sendiri. Bangunan tersebut bukan tanpa arah tetapi lebih mendewasakan warga masyarakat tentang pentingnya rasa aman. Hal tersebut menjadi bagian yang harus diyakini oleh warga masyarakat betapa keamanan menjadi kebutuhan yang sekunder sebelum melakukan kegiatan atau akativitas lainnya.

Represif Approach
           
            Dalam kegiatan polisi selalu mengedepankan pendekatan yang lebih persuasive. Hal tersebut diyakinkan bahwa siapapun warga masyarakat pada dasarnya tidak ingin melakukan kegiatan yang merugikan orang lain dalam bentuk materill maupun imateriil. Filosofi tersebut di amini oleh semua pihak. Karena manusia adalah mahluk sosial yang mempunyai kesamaan untuk dapat hidup bersama dan berdampingan dengan orang lain.

            Banyak tindakan kepolisian yang telah dilakukan dalam menjalankan tugas-tugas pokoknya sebagai bagian dari pertanggungjawaban ke public. Namun hal tersebut tidak selalu menjadikan tindakan polisi sebagai tindakan yang menguntungkan semua pihak, tetapi juga merugikan pihak tertentu. Sebagai contoh; dalam sebuah kasus pencurian pasal 363 KUHP dengan unsur mengambil barang orang lain, sebagian atau seluruhnya, tanpa diketahui oleh pemiliknya dan tentu saja hal tersebut merugikan pihak yang menjadi korban. Lalu, kemudian dengan laporan korban yang dirugikann tersebut polisi mampu menangkap pelaku kejahatan tersebut. Alhasil tersangka di tangkap dan diproses hukum dan dijatuhkan vonis oleh pengadilan.

            Selama dalam tahanan terpidana adalah orang biasa dan mempunyai anak istri adik dan kaka serta keluarga lainnya. Mereka akan merasa kehilangan keluarga tersebut, lebih-lebih terkait dengan tanggungjawab sebagai kepala keluarga. Secara otomatis bahwa kerugian perbuatan yang dilakukan oleh satu orang akan menjadi beban sekian orang. Itulah yang terjadi dalam tindakan polisi dengan pendekatan represif.

            Polisi sebagai aparatur pemerintah pelayan dan pelindung masyarakat juga sebagai penegak hukum yang aktif. Artinya disamping mempunyai tugas dan tanggung jawab penegakan hukum, polisi jug mempunyai tanggungjawab memberikan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat. pada akhirnya proses pendekatan dengan represif juga akan menjadi beban bagi warga masyarakat lainnya.

            Pendekatan ini tentu akan menjadi bagian yang akan menimbulkan persoalan sosial disisi yang lain. Harapan besar bahwa persoalan sosial diselesaikan tanpa menimbulkan persoalan baru dan dapat dapat diterima oleh semua pihak dengan wins solution.  Ini harus diciptakan dan dibudayakan.

            Harapan yang besar adalah kemajuan dan kesejahteraan masyarakat terwujud secara merata di semua tingkatan sosial. Dengan demikian maka tindakan-tindakan pelanggaran hukum yang berhubungan dengan ekonomi akan semakin berkurang. Karena pola preventif dan represif yang dilakukan polisi lebih bersifat edukasi dan untuk warga masyarakat itu sendiri.

            Tindakan-tindakan refresif  yang dilakukan oleh polisi dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban serta penegakan hukum dilakukan hanya untuk membuat jera pelaku tindak pidana. Tidak ada tujuan yang lebih besar selain mengarahkan warga masyarakat orang perorang untuk kebaikan. Sehingga represif approach  yang diterapkan agar perbuatan tersebut tidak terulang dan dilakukan lagi oleh dirinya maupun orang lain. Inilah momen yang dibangun untuk menjadikan masyarakat tertib dan bermanfaat bagi banyak orang sebagai mahluk sosial.
Penutup

            Secara filosofi tidak ada manusia yang dilahirkan dengan tanda yang membuat dirinya akan menjadi penjahat dan merugikan banyak orang. Karenanya perkembangan sebagai proses pendewasaan manusia mempunyai banyak keterpengaruhan dari berbagai komponen dan kepentingan sebagai mahluk sosial. Sehingga mempunyai keinginan yang lebih besar dalam mencapai dan menuju sesuatu obesesi dengan cara yang instan.

            Pendekatan hukum dalam tugas kepolisian adalah lebih sebagai upaya mencerahkan rasa keadilan sebagai akibat dari perbuatan yang telah terjadi. Sehingga harus dibuktikan dengan proses hukum sebagai mekanisme. Pendekatan hukum memang upaya maksimal yang mutlak dan dapat dipertanggungjawabkan oleh petugas hukum, karena disamping ada aturan yang dipedomani juga menggunakan nurani yang paling dalam. Sehingga proses hukum dapat menghasilkan rasa keadilan semua pihak.

            Dalam organisasi kepolisian sebagai penegak hukum jalanan, mempunyai prosentase pencegahan lebih dominan dari pada penindakan (istilah dalam kepolisian) karena memang mencegah perbuatan itu terjadi lebih penting daripada menciptakan keadilan dunia. Artinya bahwa seadil-adilnya proses hukum dunia mempunyai kefanaan yang dilakukan oleh petugas hukum.  Sehingga rasa keadilan tersebut menciderai bagi obyek keadilan. Inilah yang dikhawatirkan.

            Pencegahan mempunyai dukungan maksimal dari semua pihak. Karena rasa keamanan dan ketertiban milik semua pihak. Tidak ada seorangpun yang menyukai kebrutalan dan kehancuran, karena memang tidak elok dan merusak tatanan. Semoga pencegahan yang menjadi dominasi dalam tugas pokok fungsi dan peran kepolisian mendapat dukungan dari semua pihak. Dan juga kemaslahatan manusia menjadi domain yang selalu dikedepankan oleh masyarakat bangsa dan Negara. ### (mn)


Evaluasi Kinerja Polisi; Pencegahan atau Penindakan, mana lebih efektif ??

DR. Muhammad Nasir, M.Si
Muhammad Nasir

             Kinerja harus terukur dan terencana dengan dengan baik. Tidak ada pembenaran dalam kamus manajemen apapun yang membiarkan kinerja organisasi berjalan seperti tukang bakso. Harus ada rencana, strategi, target, sistem dan metoda dalam mencapai tujuan organisasi dan pertanggungjawaban kepada public.

            Bangunan organisasi mempunyai batasan dan antara pelaksana, pendukung dan manajemen. Semua harus berjalan linier sebagaimana jarum jam, bergerak dari sistem yang kecil menggerakan yang lebih besar dan terus menggerakan agar putaran jarum jam dari detik, menit, jam sampai pergantian hari dengan sistem yang tidak menyimpang satu dengan yang lain. Gerakan tersebut terukur dan sesuai dengan tujuan yang dapat dilihat hasil oleh orang lain dengan mekanisme dan norma yang benar.

            Polisi mempunyai organisasi yang besar, yang tersusun dari tingkat top manager sampai pada level pelaksana yang merajut di akar rumput Babinkamtibmas. Organisasi besar yang tersebar sampai ke plosok bumi pertiwi demi satu tujuan keamanan dan ketertiban masyarakat Indonesia.


Pola Kinerja Polisi

            Organisasi polisi tersusun secara sistematis, terlembaga dan mengakar pada tujuan dalam pemerliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum dan pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Susunan organisasi terfragmentasi pada unit pelaksana dari tingkat atas sampai pada grass root dalam kapasitas yang sama. Polisi sebagai aktor bukan ditengah masyarakat tidak lagi melihat symbol dalam pangkat ataupun klasifikasi dalam eselon. Masyarakat menilai kinerja polisi dari kapasitas kebutuhan masyarakat dan rasa nyaman dalam hak-haknya dalam lingkup sebagai warga negara. Karena dalam warga negara hak-hak sipil mempunyai jaminan perlindungan dan pelayanan dari Negara sebagaimana digariskan.

            Secara filosofi penggunaan symbol dalam pangkat polisi sudah memikul tugas dan tanggungjawab yang sama, membawa keamanan dan ketertiban, penegakan hukum dan perlindungan dan pelayanan masyarakat yang berada dalam satu posisi bahu yang sama. Tinggal bagaimana polisi mengatur dan membagi tanggungjawab dalam kapasitas organisasi yang terfragmentasi dalam unit-unit kecil sebagai ujung tombak mendekatkan pelayanan secara langsung ditengah kebutuhan masyarakat.

            Polisi secara organisatoris telah menggunakan organisasi moderan, dalam organisasi modern menggunakan berbagai konsep-konsep dan teknik-tekniknya dikembangkan dari multidisiplin. Tujuannya adalah untuk memberikan sintesa yang menyeluruh kepada bagian-bagian yang berhubungan dengan semua bidang untuk mengembangkan organisasi agar diterima secara umum. Dalam organisasi modern mekankan pada perpaduan dan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan secara menyeluruh dengan pembagian tugas secara profesional. Dalam lingkup organisasi kekinian, susunan organisasi yang terstruktur tidak lagi menjadi pedoman yang diunggulkan, tetapi organisasi lebih bersifat flat. Dimana dalam organisasi tersebut dibutuhkan tingkat profesionalitas yang terukur dari implementor. Sehingga ukurannya adalah kesesuaian antara kebutuhan dan harapan.

            Kinerja polisi dapat dilihat dari dua kacamata besar yang mengangga dalam setiap celah kebutuhan masyarakat. Dimana polisi berada ditengah masyarakat yang independen, tidak melihat dimana posisi seorang polisi berdiri tetapi melihat dalam kacamata polisi harus membawa dua ranah warga negara yang berlawanan satu dengan yang lain. Polisi berada diantara sampah kehidupan masyarakat. Polisi harus bekerja menyenangkan dua orang bertikai secara seimbang. Begitu juga polisi harus berdiri diantara kebutuhan masyarakat dan keterbatasan negara.

Sebagai polisi yang professional perbaikan masyarakat dan rasa aman masyarakat menjadi harga mati yang harus dipertahankan. Dimana pembangunan masyarakat selalu diawali dengan cermin polisi yang berada dilingkungan teresebut. Karenanya kinerja polisi diukur bukan banyaknya kasus yang diungkap tetapi bagaimana embrio kejahatan tersebut mati sebelum berkembang.

Preventif Approach

            Sebagai payung hukum operasional kepolisian menempatkan ayat 1 dalam pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 dengan wewenang polisi dengan mengedepankan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat lebih awal dari pada penegakkan hukum yang berkaca pada problem solving sebagai solusi. Begitu juga dalam struktur organisasi yang digunakan saat ini polisi mengedepankan fungsi pencegahan dan pemerilaharaan lebih dominan dari pada fungsi penindakan. Artinya bahwa polisi berada ditengah masyarakat bukan didominasi oleh pertimbangan hukum tetapi lebih mengedepankan pencegahan dan pemecahan permasalahan di tengah masyarakat. Prosentase penindakan atau penegakkan hukum lebih kecil dibandingkan dengan pencegahan dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban, oleh karennya mind set atau prilaku polisi dilapangan juga mengikuti alur pemikiran tersebut.

            Melihat kondisi tersebut polisi sebagai warga negara dan sebagai aparatur harus dapat menempatkan diri secara apik. Karena polisi harus berada di depan dari pola pemikiran warga negara yang lain. Sebagai pemelihara, sebagai pelindung, sebagai pengayom dan pelayan serta sebagai sebagai penegak hukum, maka kondisi polisi sebagai implementor harus berada di depan dalam segala aspek kebutuhan masyarakat. Karena posisi polisi sebagai implementor kebijakan, polisi akan menjadi tempat mengadu dan mencarikon solusi dalam berbagai segmen kebutuhan masyarakat. Dengan keadaan tersebut, maka polisi harus mampu mengisi dirinya berbagai kebutuhan baik infomasi, pengetahuan maupun pengalaman empiric dalam menyelesaikan berbagai kebutuhan masyarakat.

            Sir Robert Peel (1828) yang pertama mendirikan pelayanan polisi kepada masyarakat dan membedakan sisi tugas polisi dengan militer di London Inggris. Dasar tersebutlah kemudian dengan berbagai tugas kepolisian yang mengedepankan sisi humanis menjadikan kinerja polisi sebagai bagaian dari aparatur yang melindungi dan menyayangi masyarakat. Sebagai bagian integral dari aparatur pemerintah bersama dengan komponen yang lain polisi mempunyai kewajiban yang lebih banyak menangani berbagai persoalan sosial.

            Polisi kekinian mendasari konsep tersebut mengembangkan tugas melindungi dan menyayangi masyarakat dengan konsep wewenang polisi dalam undang-undang dengan pemerilaharaan kamtibmas. Konsep yang saat ini dikembangkan dan dilaksanakan oleh polisi dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat dengan dengan mendekatkan hubungan polisi dengan masyarakat.  Mendekatkan seluruh masyarakat dengan polisi dalam berbagai kebutuhan. Ketika masyarakat membutuhkan polisi maka polisi ada diantara mereka dengan segala atributnya. Dari kondisi tersebut maka polisi harus ada ditengah masyarakat dalam wujud, symbol dan kebutuhan. Sehingga masyarakat terlindungi dan terayomi dengan sesungguhnya.

            Dengan pendekatan pencegahan akan gangguan kamtibmas, maka ada dua kegiatan yang harus selalu dilakukan oleh polisi. Kegiatan pertama adalah melekatkan polisi dengan masyarakat dan yang kedua melalui pendeteksian setiap embrio kejahatan.  

Secara konseptual Friedman R (1998) Community Policing; Comparative and Prospect dalam konsepnya menyatakan community policing adalah kebijaksanaan dan strategi yang bertujuan untuk memperoleh hasil yang lebih efektif dan efisien dalam mengendalikan kejahatan, mengurangi rasa takut atas ancaman kejahatan (fear of crime), memperbaiki kualitas kesejahteraan hidup, meningkatkan perbaikan pelayanan polisi dan legitimasi melalui kemandirian proaktif berlandaskan pada sumber daya komunitas masyarakat yang mencari upaya untuk merubah kondisi-kondisi yang menyebabkan adanya kejahatan. Pendapat Robert Blair dalam Kratcosky dan Duane Dukes (1991:86) menyatakan community policingas a philoshopy of policing it embodies a number of principles or ideas that guide the structure of policing or ideas that guide the structure of policing to ward goal attainment” Artinya bahwa konsep community policing sebagai sebagai sebuah strategi dan filosofi perpolisian untuk mencapai tujuan organisasi kepolisian dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.

            Lalu apa implementasi community policing secara membumi yang dilakukan oleh polisi?. Bagaimana pelaksanaanya?. Sudahkan berjalan secara optimal, bagiamana outcame-nya dan banyak pertanyaan lain dibenak masyarakat.

            Saat ini polisi yang melakukan tugas dilingkungan warga masyarakat dan selalu melakukan deteksi dan menjadi problem solving dalam persoalan yang terjadi dilingkungan warga masyarakat. Setiap hari setelah petugas tersebut melakukan door to door ke lingkungan warga masyarakat untuk melakukan perlindungan secara melekat dalam berbagai aspek kebutuhan masyarakat.

            Pola pencegahan dengan lebih mendekatkan kepada kebutuhan masyarakat belum mampu mencegah terjadinya tindak pidana secara gradual, tetapi sedikit banyak akan menambah pengetahuan warga masyarakat tentang pentingnya pengamanan diri sendiri. Bangunan tersebut bukan tanpa arah tetapi lebih mendewasakan warga masyarakat tentang pentingnya rasa aman. Hal tersebut menjadi bagian yang harus diyakini oleh warga masyarakat betapa keamanan menjadi kebutuhan yang sekunder sebelum melakukan kegiatan atau akativitas lainnya.

Represif Approach
           
            Dalam kegiatan polisi selalu mengedepankan pendekatan yang lebih persuasive. Hal tersebut diyakinkan bahwa siapapun warga masyarakat pada dasarnya tidak ingin melakukan kegiatan yang merugikan orang lain dalam bentuk materill maupun imateriil. Filosofi tersebut di amini oleh semua pihak. Karena manusia adalah mahluk sosial yang mempunyai kesamaan untuk dapat hidup bersama dan berdampingan dengan orang lain.

            Banyak tindakan kepolisian yang telah dilakukan dalam menjalankan tugas-tugas pokoknya sebagai bagian dari pertanggungjawaban ke public. Namun hal tersebut tidak selalu menjadikan tindakan polisi sebagai tindakan yang menguntungkan semua pihak, tetapi juga merugikan pihak tertentu. Sebagai contoh; dalam sebuah kasus pencurian pasal 363 KUHP dengan unsur mengambil barang orang lain, sebagian atau seluruhnya, tanpa diketahui oleh pemiliknya dan tentu saja hal tersebut merugikan pihak yang menjadi korban. Lalu, kemudian dengan laporan korban yang dirugikann tersebut polisi mampu menangkap pelaku kejahatan tersebut. Alhasil tersangka di tangkap dan diproses hukum dan dijatuhkan vonis oleh pengadilan.

            Selama dalam tahanan terpidana adalah orang biasa dan mempunyai anak istri adik dan kaka serta keluarga lainnya. Mereka akan merasa kehilangan keluarga tersebut, lebih-lebih terkait dengan tanggungjawab sebagai kepala keluarga. Secara otomatis bahwa kerugian perbuatan yang dilakukan oleh satu orang akan menjadi beban sekian orang. Itulah yang terjadi dalam tindakan polisi dengan pendekatan represif.

            Polisi sebagai aparatur pemerintah pelayan dan pelindung masyarakat juga sebagai penegak hukum yang aktif. Artinya disamping mempunyai tugas dan tanggung jawab penegakan hukum, polisi jug mempunyai tanggungjawab memberikan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat. pada akhirnya proses pendekatan dengan represif juga akan menjadi beban bagi warga masyarakat lainnya.

            Pendekatan ini tentu akan menjadi bagian yang akan menimbulkan persoalan sosial disisi yang lain. Harapan besar bahwa persoalan sosial diselesaikan tanpa menimbulkan persoalan baru dan dapat dapat diterima oleh semua pihak dengan wins solution.  Ini harus diciptakan dan dibudayakan.

            Harapan yang besar adalah kemajuan dan kesejahteraan masyarakat terwujud secara merata di semua tingkatan sosial. Dengan demikian maka tindakan-tindakan pelanggaran hukum yang berhubungan dengan ekonomi akan semakin berkurang. Karena pola preventif dan represif yang dilakukan polisi lebih bersifat edukasi dan untuk warga masyarakat itu sendiri.

            Tindakan-tindakan refresif  yang dilakukan oleh polisi dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban serta penegakan hukum dilakukan hanya untuk membuat jera pelaku tindak pidana. Tidak ada tujuan yang lebih besar selain mengarahkan warga masyarakat orang perorang untuk kebaikan. Sehingga represif approach  yang diterapkan agar perbuatan tersebut tidak terulang dan dilakukan lagi oleh dirinya maupun orang lain. Inilah momen yang dibangun untuk menjadikan masyarakat tertib dan bermanfaat bagi banyak orang sebagai mahluk sosial.
Penutup

            Secara filosofi tidak ada manusia yang dilahirkan dengan tanda yang membuat dirinya akan menjadi penjahat dan merugikan banyak orang. Karenanya perkembangan sebagai proses pendewasaan manusia mempunyai banyak keterpengaruhan dari berbagai komponen dan kepentingan sebagai mahluk sosial. Sehingga mempunyai keinginan yang lebih besar dalam mencapai dan menuju sesuatu obesesi dengan cara yang instan.

            Pendekatan hukum dalam tugas kepolisian adalah lebih sebagai upaya mencerahkan rasa keadilan sebagai akibat dari perbuatan yang telah terjadi. Sehingga harus dibuktikan dengan proses hukum sebagai mekanisme. Pendekatan hukum memang upaya maksimal yang mutlak dan dapat dipertanggungjawabkan oleh petugas hukum, karena disamping ada aturan yang dipedomani juga menggunakan nurani yang paling dalam. Sehingga proses hukum dapat menghasilkan rasa keadilan semua pihak.

            Dalam organisasi kepolisian sebagai penegak hukum jalanan, mempunyai prosentase pencegahan lebih dominan dari pada penindakan (istilah dalam kepolisian) karena memang mencegah perbuatan itu terjadi lebih penting daripada menciptakan keadilan dunia. Artinya bahwa seadil-adilnya proses hukum dunia mempunyai kefanaan yang dilakukan oleh petugas hukum.  Sehingga rasa keadilan tersebut menciderai bagi obyek keadilan. Inilah yang dikhawatirkan.

            Pencegahan mempunyai dukungan maksimal dari semua pihak. Karena rasa keamanan dan ketertiban milik semua pihak. Tidak ada seorangpun yang menyukai kebrutalan dan kehancuran, karena memang tidak elok dan merusak tatanan. Semoga pencegahan yang menjadi dominasi dalam tugas pokok fungsi dan peran kepolisian mendapat dukungan dari semua pihak. Dan juga kemaslahatan manusia menjadi domain yang selalu dikedepankan oleh masyarakat bangsa dan Negara. ### (mn)


Senin, 22 Desember 2014

Pengesahan UU Pilkada (Tidak Langsung) dan Urgensinya Bagi Masyarakat

proses pejalanan perbaikan bangsa


Dr. Muhammad Nasir, M.Si

            Jumat dinihari 26 September 2014 DPR RI mengesahkan perundangan baru yaitu UU Pilkada yang baru di sahkan lewat jalur voting. Secara konstitusi dan tatatertib DPR RI telah mampu menggolkan perdebatan pembuatan dan pemberlakukan UU Pilkada yang dilakukan melalui mekanisme perwakilan anggota DPRD secara sah dan konstitusional.  Perubahan ini dilakukan dengan perdebatan dan pejuangan yang “alot” dilakukan oleh anggota dewan yang terhormat dalam waktu siang dalam malam.
            Penolakan dan persetujuan yang disampaikan oleh masyarakat dan LSM beragam, ada yang menyetujui dan ada yang menolak. Dalam konteks tersebut bagi bangsa Indonesia bukan sesuatu yang luar biasa terjadi dalam Negara demokrasi ini, tetapi “perdebatan” yang biasa. Penolakan dan persetujuan sering kali terjadi perdebatan di Dewan terhormat dan di tengah masyarakat, karena hal tersebut berdasarkan pemikiran dan pertimbangan yang dilakukan secara pribadi dan dengan menggunakan nalar sendiri. Hal tersebut lumrah dan masuk akal bagi warga masyarakat berdasarkan sudut pandangnya.
            Bagaimanapun konstitusi yang dibuat berdasarkan procedural dan system yang normative akan mempunyai keabsahan dan konstitusional, bukan penolakan yang mengarah pada anarkisme. Karena perubahan dalam UU bukan sesuatu yang tabu dan haram. Namun yang menjadi persoalan adalah apakah masyarakat akan menerima dan menolak. Hal tersebut menjadi pemikiran dan memerlukan analisa yang mendalam dan konfrehensif.

Pilkada Tidak Langsung
            Dalam politik yang abadi adalah perubahan. Kepentingan selalu menjadi bagian yang menggerakan para actor politik menjadi dinamis dan menarik. Dengan kata lain perubahan yang dialami dalam konstitusi Pilkada adalah kata abadi yang selalu menjadi “trending topic” dalam perpolitikan di dunia.
            Sebagai negara berkembang dan dan mencari bentuk dalam system politik di Indonesia, perubahan-perubahan terus terjadi untuk mematangkan system perpolitikan di Negara tersebut. Memang perdebatan langsung dan tidak langsung dalam Pilkada menjadi hangat, karena perubahan Pilkada langsung baru berjalan kurang lebih 10 tahun belakangan ini dari buah karya reformasi politik jaman Orde Baru ke Reformasi. Hal tersebut menjadi hangat karena masyarakat belum mempunyai penilaian yang obyektif dari pelaksanaan Pilkada langsung yang selama ini di jalankan. Yang terjadi lebih pada euporia kebebasan dan konvoi yang menghalalkan segala dulu dilarang dalam masyarakat.
            Orde Baru menerapkan system Pilkada tidak langsung berjalan hampir 32 tahun dengan berbagai dinamikanya, namun semua itu bukan berarti buruk semua. Ada hal-hal yang mempunyai keuntungan bagi masyarakat dan Negara dalam membangun bengsa selama ini. Tidak dipungkiri, selama itu juga pertumbuhan ekonomi bangsa dan pembangunan infrastruktur dapat berjalan dalam system tersebut dengan baik. Namun hal-hal burukpun terjadi, seperti perampasan hak, pembatasan menyampaikan pendapat, otoriter dan lain sebagainya.
            Dalam perjalanannya Orde Reformasi pun mempunyai plus-minusnya. Kebebasan berpendapat, aspirasi rakyat yang tersampaikan melalui berbagai jalur ke Pemerintah sebagai hal yang tidak bisa dinisbikan. Semua mempunyai hal yang mampu menjadi perubahan dalam proses pembangunan bangsa dan Negara. Dalam proses pemilihan secara langsung hal-hal yang burukpun juga muncul dengan masip, seperti politik uang, kampanye hitam dan bahkan benturan ditingkat horizontal dengan berbagai modus terjadi dan menimbulkan korban dari anak bangsa sendiri.
            Hal-hal tersebut tentu mempunyai nilai dan proses yang menjadi dinamika perkembangan dan proses pembangunan bangsa di alami sesuai dengan Ordenya. Dengan dibentuknya konstitusi perubahan Pilkada tidak langsung bukan kiamat bagi bangsa. Karena perubahan dalam politik itu berlaku abadi. Hanya politiktus dan rakyat menyikapi dengan sikap dewasa, karena politik dan rakyat saling berhubungan sangat erat. Politikus yang menggolkan hal tersebut hanya semata demi kepentingan golongan dan pribadi lebih kental dari pada kepentingan rakyat dapat di hukum dengan kekuatan rakyat yang lebih kuat. Dimana rakyat berdaulat dengan berbagai proses yang terjadi di Senayan (DPR RI) tersebut.
            Kekuatan rakyat dalam menjadi pilar penentu pembangunan bangsa tidak usah diragukan. Karena rakyat berdaulat penuh dalam proses pembangunan bangsa dan arah politik bangsa. Semua mempunyai peran dan berontribusi dalam pembangunan bangsa. Sehingga proses politik yang terjadi dengan konstitusi Pilkada tidak langsung juga dapat dihentikan dengan kekuatan rakyat yang berdaulat.

Urgensinya Bagi Rakyat
            Proses politik yang terjadi diranah DPR RI mempunyai tujuan yang mulia, dimana DPR RI sebagai lembaga tinggi Negara adalah amanah konstitusi Negara. Lembaga-Lembaga Tinggi Negara mempunyai fungsi dan perannya masing-masing untuk mencapai tujuan bangsa yaitu kesejahteraan sosial. Tujuan mencerdaskan bangsa dan kesejahteraan sosial dengan kaki-kaki lembaga tinggi Negara bukan untuk menafikan tujuan berbangsa dan bernegara. Semua mempunyai tujuan yang sama untuk kemaslahatan sosial yang lebih merata dan dapat dinikmati oleh semua anak bangsa.
            System yang dianut oleh semua Negara di dunia itu hanya pilihan dalam menjalankan tujuan Negara. Semua berjalan dengan cara yang disepakati oleh Lembaga Tinggi Negara, dan keputusan yang diambil adalah keputusan kolektif kolegial. Sehingga tidak ada yang bersifat pribadi, karena keberadaaan perwakilan yang duduk menjadi anggota dewan adalah keputusan yang telah diambil oleh rakyat secara konstitusional melalui mekanisme pemilihan umum.
Sehingga yang paling utama dikawal adalah tujuan akhir Negara oleh anak bangsa, apakah lebih baik atau sebaliknya. Semoga keputusan tersebut akan menjadi titik balik yang positif untuk meningkatkan kemajuan bangsa Indonesia ditengah persaingan bebas. Bangsa ini harus cerdas diera tehnologi dan informasi dunia seperti, kemampuan ekonomi dan resources adalah kunci utama dalam persaingan Negara.
Kebijakan yang telah digulirkan dalam sebuah Negara memang keberhasilan dan kegagalan yang nyata bagi masyarakat adalah ketika implementasi kebijakan tersebut mampu meningkatkan kualitas masyarakat. Sehingga kebijakan tersebut bila mampu meningkatkan kualitas masyarakat, maka hal tersebut mempunyai urgensi yang lebih baik, namun bila sebaliknya maka dilakukan perubahan dalam kebijakan tersebut.

Penutup
Tujuan Negara yang tertera dalam paragraph terakhir pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah soliditas yang harus dipersepsikan sama oleh seluruh anak bangsa. System yang dibangun menjadi prosesi mencapai tujuan Negara. Hal terbaik yang harus diterima oleh rakyat adalah peningkatan kualitas hidup baik secara materiil dan imateriil. Sehingga bangsa Indonesia mampu bersaing dan menjadi terdapan memimpin bangsa dalam berbagai even. SmOgA.. Aminn.

           


Pengamanan (Polisi) dalam Pelantikan Presiden; Kesiapan dan Ragkaian Panjang


 
Pengamanan Pelantikan Presiden Republik Indonesia ke 7 Bapak Ir Joko Widodo
Dr. Muhammad Nasir, M.Si

            Pesta demokrasi di Indonesia akan segara berakhir, tepatnya tanggal 20 Oktober 2014 pada pukul 10.00 Wib di Gedung DPR RI / DPP RI / MPR RI. Prosesi sacral ini dilalui dengan rangkaian yang panjang dan berlangsung lama.
Rakyat ada bergembira dan tentu juga ada yang berduka karena prosesi rangkaian pesta demokrasi ini menyisakan kesenangan dan kesedihan. Tak sedikit dalam rangkaian pesta demokrasi yang di mulai sejak tanggal 16 April 2013 dengan pendaftaran calon anggota legislatif dan akan berakhir 20 Oktober 2014 mendatang dengn kegiatan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Kegiatan tersebut saling terkait satu dengan lainnya, yang melibatkan massa dan dan kegiatan yang menjadi subyek pengamanan oleh polisi.
Sejak ditetapkan jadwal pendafataran calon-calon anggota legislative di DPRD dan DPR RI merupakan kegiatan pengamanan terbuka yang dilakukan oleh polisi di seluruh Indonesia. Pengamanan secara terbuka dilakukan dalam kegiatan tersebut karena terjadinya konsentrasi massa dan pertemuan-pertemuan yang melibatkan berbagai stake holder sesuai dengan fungsinya. Disinilah polisi sebagai institusi yang mempunyai domain keamanan dan ketertiban menjadi taruhan profesinya.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh polisi dan penggelaran operasi kepolisian dengan sandi “Mantap Brata Tahun 2014” beraksi dengan tahapan-tahapan krusial. Sebagai unsur pelaksana utama dalam pengamanan dalam negeri polisi juga melibatkan kekuatan-kekuatan lain yang menjadi bagian dalam stake holder pengamanan Negara.
Tahapan-tahapan dalam pengamanan dilakukan dengan melibatkan fungsi kepolisian mulai dari petugas preemtif, preventif dan represif dilakukan dengan analisa dari ambang gangguan, potensi gangguan sampai pada gangguan nyata di mapping dalam skala dan prioritas yang seimbang. Polisi dalam menjalankan tugas pokok fungsi dan peran tak lepas dari pola-pola scientific approach agar pengamanan dalam kegiatan pesat demokrasi di Indonesia berjalan secara simultan dan lancar.

Pra Pemilihan Umum
            Rangakaian pemilihan umum yang lebih diasumsikan sebagai pesta demokrasi ini mempunyai kerawanan dan factor korelasi kriminogen yang cukup besar. Persaingan dan kepentingan dalam pemilihan umum ini mempunyai potensi yang sangat besar, karena dalam perhelatan tersebut memakan biaya dan waktu yang mampu menyita kehidupan peserta maupun warga masyarakat. dalam pola-pola pemilihan terbuka seperti yang dilakukan ini mempunyai kecenderungan terjadinya berbagai kegiatan yang mempunyai pelanggaran dan potensi terjadinya kerawanan sosial. Sebagai contoh nyata yang dilakukan oleh seluruh peserta adalah kencenderungan gesekan dalam perebutan suara rakyat yang diwakili oleh warga masyarakat, begitu juga dengan kampanye yang diluar dari aturan, mencuri start dan kampanye terselubung di berabagai even dan daerah. Begitu juga dengan money politic yang menjadi sensasi bagi warga masyarakat yang menjadi konstituen. Kepentingan dua belah pihak antara peserta pemilihan umum dan konstituen menjadi satu dalam pelanggaran pemilihan umum dan pelanggaran pidana.
Begitu juga dengan pelannggaran lain seperti pemasangan alat peraga dan atribut kampanye yang selalu menjadi black campaign yang dapat menimbulkan pertikaian antar peserta dan antar konstituen dan bahkan bersilangan. Hal-hal tersebut menjadi bagian yang selalu menjadi gangguan nyata dalam eskalasi pengamanan oleh polisi di lapangan.
Bagian lain yang menjadi konsentrasi pengamanan adalah berbagai kecurangan dan persaingan internal antar peserta dalam menyusun daftar calon yang diusulkan oleh Partai Politik yang menjadi peserta pemilihan umum. Karena nomor urut peserta dalam persaingan di pemilihan umum menjadi factor yang mampu menentukan keberhasilan para kontestan dalam pemilihan umum tersebut. Rawannya pelaksanaan pemilihan umum tersebut menjadi pertarungan profesionalitas polisi di dalam system pemerintahan dan tata negara yang di berikan mandat oleh undang-undang.
Pengamanan yang dilakukan dari prosesi tersebut dilakukan dengan pola pengamanan preemtif preventif dan represif dengan mengedapankan fungsi-fungsi kepolisian dengan skala prioritas dan skala ancaman dari gangguan nyata. Pendekatan preemtif dan preventif lebih diutamakan, karena hal tersebut lebih mampu mencegah terbentukanya embiro kejahatan yang lebih besar. Tindakan-tindakan yang dilakukan polisi dengan mengedepankan pola preemtif dan preventif dengan fungsi pencegahan dan deteksi dini diyakini mampu menjadi factor keberhasilan pola pengamanan polisi. 
Ekplorasi polisi dilapangan dengan pola pengamanan tidak menggunakan senjata tajam adalah bagian dari strategi yang di kedepankan. Karena ancaman dalam pemilihan umum sebelum, pada pelaksanaan dan pasca pelaksanaan rentan dengan prediksi persaingan yang menggunaan kekerasan. Sehingga polisi dengan strategi yang humanis mampu melaksanakan pola pengamanan kegiatan pemilihan umum tanpa mengunakan senjata api dengan aman dan tertib.

Pengamanan Kampanye dan Pemilihan Umum
            Pesta demokrasi ala Indonesia tentu mempunyai paradigm yang berbeda dengan pesat demokrasi pada negara-negara lain, namun esensinya bahwa setiap pesta demokrasi adalah berjuang memperebutkan suara rakyat. Karena suara rakyat menjadi suara Tuhan yang mampu menentukan seseorang akan duduk dikursi parlemen atau menjadi Presiden dan Wakil Presiden yang mempunyai kekuasaan mengatur rakyat dan menindak rakyat yang bersalah. Suara rakyat diperebutkan dengan menggunakan pola-pola pendekatan dan perebutan yang acapkali menimbulkan anarkisme di lapangan. Hal tersebut tentu menjadi prioritas polisi melakukan strategi dan scientific approach upaya-upaya dalam menjaga pelaksanaan kampanye dan pemilihan umum berjalan lancer.
            Penngelaran polisi dan ekplorasi polisi yang berseragam dan tertutup menjadi kekuatan dan persepsi yang mampu menekan upaya-upaya yang menjadi unkondusifisme di wilayah. Kewenangan dalam penegakan hukum dan responsifisme polisi melakukan tindakan pelanggaran-pelanggaran pidana maupun pelanggaran pemilu mampu menyadarkan warga masyarakat dan peserta pemilihan umum menjaga diri dan konstituennya menjalankan kegiatan dengan tertib dan lancar. Factor-faktor tersebut merupakan bagian dari upaya dan strategi polisi dalam menjalankan pengamanan prosesi pesta demokrasi Indonesia.
            Kerjasama polisi dengan militer dan pemerintah daerah sebagai stake holder utama penjaga gerbang pelayanan masyarakat dalam system tata Negara mempunyai responsive yang positif. Karena para stake holder mampu menjaga diri dan tidak terlibat dalam politik praktis yang akan menciderai prosesi pesat demokrasi di Indonesia. Begitu juga dengan sinergitas para stake holder dalam menjalankan amanah konstitusi dalam mengamankan pesat demokrasi telah membangun citra positif dalam mewujudkan tujuan Negara dan pemerintahan dalam good governance and clean free from corruption collusion and nepotism.

Pengamanan (polisi) Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
            Puncaknya pesta demokrasi di Indonesia adalah terbentuknya pemerintahan baru dengan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang baru. Fakta tersebut telah diambang mata, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih Joko Widodo dan Muhammad Jusup Kalla telah memenangkan hati rakyat dengan menguasai perolehan suara sebesar 70.997.833 atau prosentase 53,15 %. Hasil ini yang menghantarkannya menduduki tampuk kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan dan Negara Indonesia.
            Tanggal 20 Oktober 2014 pukul 10.00 wib  Ir. H. Joko Widodo dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019 mendatang. Dalam rangka pelantikan tersebut dan prosesi penyerahan kekuasaan di negeri ini, polisi menjadi bagian utama dalam pengamanan kegiatan tersebut. Karena prosesi tersebut harus berjalan dengan tertib dan lancar tanpa ada gangguan dalam kegiatan tersebut. Prosesi pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia adalah bagian dari kegiatan pemilihan umum tahun 2014 yang disandikan dalam “Mantap Brata Tahun 2014”.
            Prosesi pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dilakukan dengan pola pengamanan dalam lapis-lapis pengamanan sesuai dengan skala dan radiusnya. Dalam pengamanan Presiden dan Wakil Presiden sebagai obyeknya secara konstitusi dilakukan oleh pengamanan internal yang disebut Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang dilakukan oleh militer dalam setiap pergeraan maupun kegiatannya. Dalam pola ini pengamanan yang dilakukan disebut dalam ring satu pengamanan pejabat Negara.
Dalam ring dua dilakukan pengamanan oleh polisi yang tidak dipersenjatai, dengan tugas dan tanggungjawab melakukan penyekatan pengamanan terhadap gangguan yang akan melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional. Dalam kegaiatan pengamanan di ring dua tersebut polisi melibatkan kekuatan yang signifikan, karena harus mengantisipasi pengamanan dari  delapan arah mata angin dengan pola menyekat. Signifikansi dari pengamanan tersebut adalah mensterilkan posisi obyek dan kegiatan dapat berjalan secara aman dan tertib.
Yang yang menjadi pertaruhkan dalam pengamanan adalah pengamanan ring tiga yang menjadi domain polisi dan stake holder lain. Yaitu kegiatan yang harus diamankan dengan mengamankan obyekn kegiatan, dan pergerakan obyek dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini membutuhkan kekuatan yang signifikan tergantung jarak dan medan yang dilalui. Sehingga penempatan petugas keamanan dalam pengamanan kegiatan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menjadi penting dan harus proporsional dan professional.
Dan yang terakhir dalam pengamanan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia adalah ring empat. Ring empat dalam pengamanan ini ditujukan pada pengamanan yang dilakukan oleh polisi dan stake holder lainnya pada posisi-posisi strategis dan obyek vital yang menjadi penyangga kegiatan untuk mengamankan jalannya prosesi pelantikan presiden. Dalam ring empat dilakukan untuk melakukan penyekatan, penyisiran, antisipasi dan evakuasi segala bentuk ancaman dan gangguan yang berkembang mulai dari potensi gangguan, ambang gangguan hingga gangguan nyata. Kekuatan yang dilibatkandalam ring empat dua sampai tiga kali kekuatan yang berada di ring riga. Sehingga pola pengamanan dapat bersinergis dan membagi informasi dan potensi gangguan sejak dini. Hal tersebut untuk memadamkan situasi pada obyek kegiatan di gedung DPR RI, DPD RI dan MPR RI.

Penutup
Pesta rakyat yang menggunakan suara rakyat sebagai suara Tuhan yang mengangkat para Senator, Legislator dan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia hendaknya dapat digunakan dengan baik untuk tujuan membangun Negara dan kesejahteraan rakyat. Prosesi yang telah memakan waktu, biaya dan melibatkan seluruh stake holder dan masyarakat menjadi pertaruhan dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang mampu membawa rakyat menuju suksesi Negara berkembang menjadi Negara maju. Sehingga Indonesia menjadi pemimpin di Asia dan Dunia. SmOgA… amin.



Senin, 30 Juni 2014

Tradisi Pembinaan Bhayangkara 68 Tahun 2014; Harapan dan Prilaku


DR. Muhammad Nasir, M.Si

Negara demokrasi melihat polisi pada dua sisi yang berlawanan. Dalam kontek demokrasi politik polisi diabaikan dan berada diluar politik, karena polisi adalah professional. Jangan campur aduk antara tugas polisi dan politik. Namun disisi lain polisi selalu menjadi bahan ojok-ojokan ketika pristiwa politik yang berseberangan antara pihak pengusa dan oposisi, lalu dimana polisi.
Saat ini, di hari peringatan ke 68 dalam Tradisi Pembinaan Bhayangkara tahun 2014 polisi harus berada dalam ranah yang sebenarnya. Posisi polisi bukan politik dan bukan alat kekuasaan yang selalu menarik-narik polisi di dalam ranah politik. Sejatinya betul bahwa polisi merupakan satuan dibawah kepemimpinan penguasa politik yaitu Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yaitu Presiden Republik Indonesia.
Tetapi yang perlu diingat polisi dalam Negara demokrasi, harus berada diranah professional yang bekerja sesuai tugas pokok fungsi dan peran yang menafikan kekuasaan ditengah konflik politik yang terjadi. Saat ini, saat peringatan hari Tradisi Pembinaan Bhayangkara 1 Juli 2014 yang ke 68 adalah bertepatan dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tanggal 9 Juli 2014.
Polisi merupakan harapan besar dari masyarakat dan seluruh bangsa Indonesia yang harus menatap bangsa Indonesia harus maju dan membuang egoisme pribadi dan kepentingan politik pragmatis. Karena polisi akan menjadi benteng terakhir untuk membuat sebuah konflik politik menjadi terang benderang, siapa yang melanggar konstitusi dan siapa yang dijadikan tersangka secara berkeadilan.

Harapan Indonesia Maju
            Indonesia adalah Negara besar, dan banyak Negara lain takut kebesaran Indonesia diikuti dengan kemajuan dan kemampuan bangsanya melebihi bangsa lain. Rasa takut dalam territorial dan hubungan antar bangsa adalah kekerdilan dalam  memandang, namun dalam politik keberhasilan sebuah bangsa akan menjadi ancaman bagi bangsa itu. Faktornya adalah bahwa bangsa tersebut akan menjadi pesaing dan ancaman yang dapat mengalahkan kredibilitas bangsa lainnya. Apalagi Indonesia mempunyai kekayaan alam dan sumber daya yang cukup banyak, akankah tikus mati dilumbung padi.
            Polisi adalah garda terdepan dalam upaya membangun bangsa Indonesia. Apakah ekonomi akan berjalan dengan lancer tanpa keamanan yang kondusif, apakah politik akan kondusif bila pelanggaran dan tindak pidana tidak diberi hukuman yang berkeadilan, apakah pendidikan akan berjalan linier ketika polisi tidak lagi adil  menjalankan tugasnya, dan masih banyak lagi. Polisi menjadi hope yang tidak pernah habis. Karena dipundakmu dan ditangan polisi akan tercipta kemajuan bangsa Indonesia. Karena dengan polisi yang professional kemandirian dan kemajuan bangsa Indonesia akan terwujud.
            Polisi bukan harus disegani, polisi tidak harus ditakuti, polisi bukan untuk dibenci dan polisi bukan untuk di peralat. Karena polisi harus berada di tengah yang seimbang, polisi yang harus mengatakan kebenaran, polisi yang harus berkeadilan dan polisi harus bersifat melayani dengan profesinya yang luhur dan mulia.

Prilaku Seorang Polisi Yang Harus Dibenahi
            Pepatah “guru kencing berdiri, murid kencing berlari” memang sudah didengar dan diketahui oleh public. Tetapi yang harus diingat apakah kita (semua) mampu mengambil hikmah dari pepatah itu dengan prilaku yang baik. Mudah melihat perilaku orang, tetapi sulit mengakui kesalahan diri sendiri.
            Polisi adalah manusia biasa, itu fakta yang benar. Namun tugas polisi adalah malaikat yang nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam perayaan Tradisi Pembinaan Bhayangkara ke 68 tahun 2014 harusnya mulai berkaca dan menata hati. Karena polisi selalu dilihat dengan uniformnya dan dilihat fungsinya yang melekat pada dirinya dalam bergaul maupun dalam berprilaku.
            Keberanian polisi mentransparankan posisinya adalah sebuah kepahlawanan yang sejati. Banyak terlihat di tengah masyarakat polisi-polisi yang berprilaku diluar batas wajar seorang polisi, baik dalam ekonomi, politik maupun dalam bersikap sosial. Aneh…. Tapi itu fakta.
            Berkacalah Polisi Indonesia dengan cermin yang bersih, agar terlihat bintik dan cercah yang putih. Lakukan perubahan Polisi Indonesia mulai dari sekarang, mulai dari yang kecil dan mulai dari diri sendiri. Polisiku karena engkau akan menjadi bagian dalam goresan sejarah pembangunan Indonesia akan dating.
Majulah polisi dengan keadilan
Majulah polisi dengan prilaku yang baik.



Minggu, 15 Juni 2014

Polisi Profesi dan Pengabdian


Dr. Muhammad Nasir, M.Si

Polisi. Sebagai sebutan atau sebuah nama, “mungkinkah” orang tidak mengenal sebutan atau nama tersebut. Polisi, baik itu sebutan kepada lembaga ataupun orangnya mulai dari anak kecil hingga orang jompo akan mengerti dan mengenal sebutan polisi tersebut. Tapi apa yang dipahami tentang polisi. Tidak semua orang memahami polisi dengan sebenarnya. Hanya dilihat dari dua sisi polisi baik dan polisi buruk, itulah fakta empiric ditengah masyarakat.
            Pada saat masih kecil seusia balita, ketika anak susah makan, anak yang nakal (aktif) atau bahkan anak yang menangis berkepanjangan selalu menyebut polisi untuk menghentikannya. “awas ada polisi, ayoo makan,” “jangan nakal” atau “sudah berhenti nangisnya, nanti ada polisi lho”. Ucapan dan ungkapan tersebut tidak bisa dilupakan karena hal tersebut terjadi berulang dari generasi ke generasi berikutnya, dan mungkin hingga hari ini. Lalu apa yang dipahami dengan “polisi” itu sendiri.
            Kekinian mungkin sudah mulai berkurang kalimat tersebut terlontar dari masyarakat, karena gencarnya polisi memperbaiki diri dan sosialisasi ke masyarakat tentang polisi dengan fungsi dan peran yang sebenarnya. Namun memang itu belum cukup dan mampu memberi pemahaman kepada warga masyarakat secara komprehensif, karena polisi mempunyai banyak pengalaman dan asam garamnya dalam dinamika organisasi yang telah di jalaninya. Polisi sebagai sebuah Instansi Pemerintah memang mempunyai peran yang penting dan menjadi icon dalam eksistensi sebuah Negara.
            Sebagai Instansi Pemerintah polisi selalu menjadi bagian dalam perubahan system pemerintahan. Karena untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam implementasinya selalu dilibatkan sebagai control social, apakah kebijakan tersebut sampai ke tengah masyarakat dalam implementasinya. Perubahan system pemerintahan yang terjadi ketika masa Orde Baru berganti dalam transisi pemerintahan Indonesia dari Orde Baru ke pemerintahan Reformasi tahun 1999 pasa masa pemerintahan KH Abdurrahman Wahid eksistensi polisi yang semula berada di dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) berubah menjadi independen sesuai dengan fungsi dan perannya. Hal tersebut ditandai dengan terbitnya Ketetapan MPR RI Nomor VI tahun 2000 tentang pemisahan Polri dan TNI. Dengan dasar itulah yang kemudian terbit tentang  Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 89/2000 tertanggal 1 Juli 2000 tentang pemisahan Polri dari militer dan berada di bawah Departemen Pertahanan dan Keamanan. Yang kemudian di susul dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dengan terbitnya paying hukum tersebut polisi harus menyiapkan diri baik perubahan structural, kultural dan instrumental untuk menjaga fungsi dan perannya sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Di samping tiu polisi juga harus melakukan pengawalan terhadap situasi masyarakat dari berbagai kebijakan pemerintah. Oleh karenanya seketika itu juga maka polisi menjadi garda terdepan yang digunakan dalam pengawal kebijakan Negara, baik dalam kebijakan yang popular maupun sebaliknya karena menyangkut situasi masyakat yang menjadi obyek dalam kebijakan tersebut. System pemerintahan yang dijalankan oleh penguasa atau pimpinan negara dalam berbagai kebijakannya selalu tidak diiringi dengan implementasi yang menimbulkan kebaikan maupun konflik dari kebijakan tersebut. Oleh karenanya maka kealfaan tersebut akan menjadi bagian situasi masyarakat dalam tugas polisi di tengah masyarakat.
            Sebuah momen dijalan mungkin sering dilihat sebagai sebuah gambaran pemerinah dengan melihat sosok polisi di lapangan. Polisi yang tergelar di lapangan dalam melakukan penjagaan dan pengamanan khususnya yang berseragam tentu sangat tampak dan berbeda dengan masyarakat secara umum. Pertama melihat dengan seragam yang dikenakan sangat mencolok dan berbeda dengan masyarakat lainnya, karena ada symbol-simbol lain yang dikenakan sebagai petugas polisi. Begitu juga terkait dengan posisi polisi dalam melakukan penjagaan dan pengamanan selalu berada ditempat yang terbuka dan membawa atribut dan perlengkapannya. Karena dalam penjagaan dan pengamanan selalu ada ancaman yang mengarah pada kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
            Dalam tempat yang berbeda polisi juga melakukan tindakan kepolisian yang berupa penegakkan hukum. Dalam penegakkan hukum selalu disertai dengan penangkapan[1] seseorang yang diduga berdasarkan bukti permulaan yang cukup[2] sebagai pelaku tindak pidana. Tindakan polisi dalam penegakkan hukum mempunyai dua aspek yang merugikan dan menguntungkan bagi masyarakat. Sebagai pelapor atau korban tindak pidana selalu berharap pelaku tindak pidana dapat segera ditangkap dan diadili dengan hukuman yang seberat-beratnya. Secara manusiawi dalam lingkungan masyarakat keinginan tersebut tidak berlebihan dan sangat mendukung penangkapan pelaku tindak pidana tersebut. Kegiatan-kegiatan dalam tindakan polisi dalam melakukan penegakkan hukum mulai dari penangkapan, penggeledahan dan penyitaan menimbulkan rasa ketidaknyamanan dan hubungan kausalitas dari pihak korban dan tersangka[3]. Karena memang membwa dampak dan dua sisi yang saling berlawanan, sehingga memerlukan pemahaman yang komprehensif dan kesadaran hukum bagi masyarakat.
            Tetapi disisi lain keluarga pelaku tindak pidana (tersangka) selalu mengecam tindakan yang dilakukan polisi tersebut. Karena dianggap penangakapan tersebut menciderai dan melukai hati keluarga tersangka. Apalagi dikaitkan dengan ekonomi. Karena dianggap pelaku tindak pidana sebagai tulang punggung ekonomi keluarga, untuk menafkahi istri anak dan bahkan biaya pendidikan dan lain sebagainya. Dengan kondisi tersebut dua sisi berlawanan dalam pelayanan masyarakat yang harus dilakukan dengan bijak oleh seorang polisi yang memerlukan perlakukan yang harus mengayomi dua sisi yang saling berlawanan.        
Memang tidak mudah menggambarkan sosok polisi dengan sudut pandang melihat polisi. Dari sudut masyarakat secara umum polisi adalah pelayan masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban ditengah masyarakat. Bagi kelompok masyarakat yang melihat polisi dari keluarga korban tindak pidana, maka akan menilai polisi dari menangkap tersangka yang melakukan pidana terhadap orang tersebut. Sedangkan dari sudut pandang kelompok tersangka maka memandang polisi sebagai musuh yang harus dimusnahkan.
            Dari beragam pandangan tersebut, tentu polisi dilihat secara subyektif, siapa dan dari mana mereka menilai sosok polisi. Secara profesionalitas sebagaimana tugas pokok fungsi dan peran keberadaan polisi harus dapat memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta tindakan penegakkan hukum. Secara ungkapan memang hanya empat point sebagai kata kunci perlindungan, pengayoman, pelayanan dan penegakkan hukum. Esensi dari empat kata kunci tersebut bukan semudah membalikan tangan, karena mempunyai artikulasi yang sangat luar dan memerlukan pemahaman secara structural, kultural dan kekinian. Mungkin dulu semasa polisi dalam pemerintahan yang otoriter masa Orde Baru mudah menekan kondisi masyarakat dengan kekuatan senjata dan otoritas kekuasaan. Tapi kondisi tersebut bukan sebuah kinerja yang tepat untuk saat ini. Perlu berbagai metode dan strategi dalam menjalan fungsi kepolisian dengan baik dan optimal.



[1] UU nomor 8 Tahun 1981, pasal 1 (20) Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
[2] Penjelasan UU nomor 8 Tahun 1981, Pasal 17 Yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Pasal ini menentukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betu-betul melakukan tindak pidana
[3] UU no 8 Tahun 1981, pasal 1 (14) Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.