Dr. Muhammad Nasir, M.Si
Pesta
demokrasi di Indonesia akan segara berakhir, tepatnya tanggal 20 Oktober 2014
pada pukul 10.00 Wib di Gedung DPR RI / DPP RI / MPR RI. Prosesi sacral ini
dilalui dengan rangkaian yang panjang dan berlangsung lama.
Rakyat ada bergembira dan tentu juga
ada yang berduka karena prosesi rangkaian pesta demokrasi ini menyisakan
kesenangan dan kesedihan. Tak sedikit dalam rangkaian pesta demokrasi yang di
mulai sejak tanggal 16 April 2013 dengan pendaftaran calon anggota legislatif
dan akan berakhir 20 Oktober 2014 mendatang dengn kegiatan pelantikan Presiden
dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Kegiatan tersebut saling terkait satu
dengan lainnya, yang melibatkan massa dan dan kegiatan yang menjadi subyek
pengamanan oleh polisi.
Sejak ditetapkan jadwal pendafataran
calon-calon anggota legislative di DPRD dan DPR RI merupakan kegiatan
pengamanan terbuka yang dilakukan oleh polisi di seluruh Indonesia. Pengamanan
secara terbuka dilakukan dalam kegiatan tersebut karena terjadinya konsentrasi
massa dan pertemuan-pertemuan yang melibatkan berbagai stake holder sesuai
dengan fungsinya. Disinilah polisi sebagai institusi yang mempunyai domain
keamanan dan ketertiban menjadi taruhan profesinya.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan
oleh polisi dan penggelaran operasi kepolisian dengan sandi “Mantap Brata Tahun
2014” beraksi dengan tahapan-tahapan krusial. Sebagai unsur pelaksana utama
dalam pengamanan dalam negeri polisi juga melibatkan kekuatan-kekuatan lain
yang menjadi bagian dalam stake holder pengamanan Negara.
Tahapan-tahapan dalam pengamanan
dilakukan dengan melibatkan fungsi kepolisian mulai dari petugas preemtif,
preventif dan represif dilakukan dengan analisa dari ambang gangguan, potensi
gangguan sampai pada gangguan nyata di mapping
dalam skala dan prioritas yang seimbang. Polisi dalam menjalankan tugas pokok
fungsi dan peran tak lepas dari pola-pola scientific
approach agar pengamanan dalam kegiatan pesat demokrasi di Indonesia berjalan
secara simultan dan lancar.
Pra Pemilihan Umum
Rangakaian
pemilihan umum yang lebih diasumsikan sebagai pesta demokrasi ini mempunyai
kerawanan dan factor korelasi kriminogen yang cukup besar. Persaingan dan
kepentingan dalam pemilihan umum ini mempunyai potensi yang sangat besar,
karena dalam perhelatan tersebut memakan biaya dan waktu yang mampu menyita
kehidupan peserta maupun warga masyarakat. dalam pola-pola pemilihan terbuka
seperti yang dilakukan ini mempunyai kecenderungan terjadinya berbagai kegiatan
yang mempunyai pelanggaran dan potensi terjadinya kerawanan sosial. Sebagai
contoh nyata yang dilakukan oleh seluruh peserta adalah kencenderungan gesekan
dalam perebutan suara rakyat yang diwakili oleh warga masyarakat, begitu juga
dengan kampanye yang diluar dari aturan, mencuri start dan kampanye terselubung di berabagai even dan daerah. Begitu
juga dengan money politic yang
menjadi sensasi bagi warga masyarakat yang menjadi konstituen. Kepentingan dua
belah pihak antara peserta pemilihan umum dan konstituen menjadi satu dalam
pelanggaran pemilihan umum dan pelanggaran pidana.
Begitu juga dengan pelannggaran lain
seperti pemasangan alat peraga dan atribut kampanye yang selalu menjadi black campaign yang dapat menimbulkan
pertikaian antar peserta dan antar konstituen dan bahkan bersilangan. Hal-hal
tersebut menjadi bagian yang selalu menjadi gangguan nyata dalam eskalasi
pengamanan oleh polisi di lapangan.
Bagian lain yang menjadi konsentrasi
pengamanan adalah berbagai kecurangan dan persaingan internal antar peserta
dalam menyusun daftar calon yang diusulkan oleh Partai Politik yang menjadi
peserta pemilihan umum. Karena nomor urut peserta dalam persaingan di pemilihan
umum menjadi factor yang mampu menentukan keberhasilan para kontestan dalam
pemilihan umum tersebut. Rawannya pelaksanaan pemilihan umum tersebut menjadi
pertarungan profesionalitas polisi di dalam system pemerintahan dan tata negara
yang di berikan mandat oleh undang-undang.
Pengamanan yang dilakukan dari
prosesi tersebut dilakukan dengan pola pengamanan preemtif preventif dan
represif dengan mengedapankan fungsi-fungsi kepolisian dengan skala prioritas
dan skala ancaman dari gangguan nyata. Pendekatan preemtif dan preventif lebih
diutamakan, karena hal tersebut lebih mampu mencegah terbentukanya embiro
kejahatan yang lebih besar. Tindakan-tindakan yang dilakukan polisi dengan
mengedepankan pola preemtif dan preventif dengan fungsi pencegahan dan deteksi
dini diyakini mampu menjadi factor keberhasilan pola pengamanan polisi.
Ekplorasi polisi dilapangan dengan
pola pengamanan tidak menggunakan senjata tajam adalah bagian dari strategi
yang di kedepankan. Karena ancaman dalam pemilihan umum sebelum, pada
pelaksanaan dan pasca pelaksanaan rentan dengan prediksi persaingan yang
menggunaan kekerasan. Sehingga polisi dengan strategi yang humanis mampu
melaksanakan pola pengamanan kegiatan pemilihan umum tanpa mengunakan senjata
api dengan aman dan tertib.
Pengamanan Kampanye dan
Pemilihan Umum
Pesta
demokrasi ala Indonesia tentu mempunyai paradigm yang berbeda dengan pesat
demokrasi pada negara-negara lain, namun esensinya bahwa setiap pesta demokrasi
adalah berjuang memperebutkan suara rakyat. Karena suara rakyat menjadi suara
Tuhan yang mampu menentukan seseorang akan duduk dikursi parlemen atau menjadi
Presiden dan Wakil Presiden yang mempunyai kekuasaan mengatur rakyat dan
menindak rakyat yang bersalah. Suara rakyat diperebutkan dengan menggunakan
pola-pola pendekatan dan perebutan yang acapkali menimbulkan anarkisme di
lapangan. Hal tersebut tentu menjadi prioritas polisi melakukan strategi dan scientific approach upaya-upaya dalam
menjaga pelaksanaan kampanye dan pemilihan umum berjalan lancer.
Penngelaran
polisi dan ekplorasi polisi yang berseragam dan tertutup menjadi kekuatan dan
persepsi yang mampu menekan upaya-upaya yang menjadi unkondusifisme di wilayah. Kewenangan dalam penegakan hukum dan responsifisme
polisi melakukan tindakan pelanggaran-pelanggaran pidana maupun pelanggaran pemilu
mampu menyadarkan warga masyarakat dan peserta pemilihan umum menjaga diri dan
konstituennya menjalankan kegiatan dengan tertib dan lancar. Factor-faktor
tersebut merupakan bagian dari upaya dan strategi polisi dalam menjalankan
pengamanan prosesi pesta demokrasi Indonesia.
Kerjasama
polisi dengan militer dan pemerintah daerah sebagai stake holder utama penjaga
gerbang pelayanan masyarakat dalam system tata Negara mempunyai responsive yang
positif. Karena para stake holder mampu menjaga diri dan tidak terlibat dalam
politik praktis yang akan menciderai prosesi pesat demokrasi di Indonesia.
Begitu juga dengan sinergitas para stake holder dalam menjalankan amanah
konstitusi dalam mengamankan pesat demokrasi telah membangun citra positif
dalam mewujudkan tujuan Negara dan pemerintahan dalam good governance and clean free from corruption collusion and nepotism.
Pengamanan (polisi)
Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
Puncaknya
pesta demokrasi di Indonesia adalah terbentuknya pemerintahan baru dengan Presiden
dan Wakil Presiden Indonesia yang baru. Fakta tersebut telah diambang mata,
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih Joko Widodo dan Muhammad Jusup
Kalla telah memenangkan hati rakyat dengan menguasai perolehan suara sebesar 70.997.833 atau prosentase 53,15 %. Hasil ini yang
menghantarkannya menduduki tampuk kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan dan
Negara Indonesia.
Tanggal 20
Oktober 2014 pukul 10.00 wib Ir. H.
Joko Widodo dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla akan dilantik menjadi Presiden dan
Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019 mendatang. Dalam rangka
pelantikan tersebut dan prosesi penyerahan kekuasaan di negeri ini, polisi
menjadi bagian utama dalam pengamanan kegiatan tersebut. Karena prosesi
tersebut harus berjalan dengan tertib dan lancar tanpa ada gangguan dalam
kegiatan tersebut. Prosesi pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia adalah bagian dari kegiatan pemilihan umum tahun 2014 yang disandikan
dalam “Mantap Brata Tahun 2014”.
Prosesi pelantikan Presiden dan
Wakil Presiden Republik Indonesia dilakukan dengan pola pengamanan dalam
lapis-lapis pengamanan sesuai dengan skala dan radiusnya. Dalam pengamanan
Presiden dan Wakil Presiden sebagai obyeknya secara konstitusi dilakukan oleh
pengamanan internal yang disebut Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang
dilakukan oleh militer dalam setiap pergeraan maupun kegiatannya. Dalam pola
ini pengamanan yang dilakukan disebut dalam ring satu pengamanan pejabat
Negara.
Dalam ring dua dilakukan pengamanan oleh polisi yang tidak
dipersenjatai, dengan tugas dan tanggungjawab melakukan penyekatan pengamanan
terhadap gangguan yang akan melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional. Dalam
kegaiatan pengamanan di ring dua tersebut polisi melibatkan kekuatan yang
signifikan, karena harus mengantisipasi pengamanan dari delapan arah mata angin dengan pola menyekat.
Signifikansi dari pengamanan tersebut adalah mensterilkan posisi obyek dan
kegiatan dapat berjalan secara aman dan tertib.
Yang yang menjadi pertaruhkan dalam pengamanan adalah
pengamanan ring tiga yang menjadi domain polisi dan stake holder lain. Yaitu
kegiatan yang harus diamankan dengan mengamankan obyekn kegiatan, dan
pergerakan obyek dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini membutuhkan
kekuatan yang signifikan tergantung jarak dan medan yang dilalui. Sehingga
penempatan petugas keamanan dalam pengamanan kegiatan pelantikan Presiden dan
Wakil Presiden Republik Indonesia menjadi penting dan harus proporsional dan
professional.
Dan yang terakhir dalam pengamanan pelantikan Presiden dan
Wakil Presiden Republik Indonesia adalah ring empat. Ring empat dalam
pengamanan ini ditujukan pada pengamanan yang dilakukan oleh polisi dan stake
holder lainnya pada posisi-posisi strategis dan obyek vital yang menjadi
penyangga kegiatan untuk mengamankan jalannya prosesi pelantikan presiden.
Dalam ring empat dilakukan untuk melakukan penyekatan, penyisiran, antisipasi
dan evakuasi segala bentuk ancaman dan gangguan yang berkembang mulai dari
potensi gangguan, ambang gangguan hingga gangguan nyata. Kekuatan yang
dilibatkandalam ring empat dua sampai tiga kali kekuatan yang berada di ring
riga. Sehingga pola pengamanan dapat bersinergis dan membagi informasi dan
potensi gangguan sejak dini. Hal tersebut untuk memadamkan situasi pada obyek
kegiatan di gedung DPR RI, DPD RI dan MPR RI.
Penutup
Pesta rakyat yang menggunakan suara rakyat sebagai suara
Tuhan yang mengangkat para Senator, Legislator dan Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia hendaknya dapat digunakan dengan baik untuk tujuan membangun
Negara dan kesejahteraan rakyat. Prosesi yang telah memakan waktu, biaya dan
melibatkan seluruh stake holder dan masyarakat menjadi pertaruhan dalam
membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang mampu membawa rakyat menuju
suksesi Negara berkembang menjadi Negara maju. Sehingga Indonesia menjadi
pemimpin di Asia dan Dunia. SmOgA… amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar