DR. Muhammad Nasir, M.Si |
Muhammad
Nasir
Kinerja harus terukur dan terencana
dengan dengan baik. Tidak ada pembenaran dalam kamus manajemen apapun yang
membiarkan kinerja organisasi berjalan seperti tukang bakso. Harus ada rencana,
strategi, target, sistem dan metoda dalam mencapai tujuan organisasi dan
pertanggungjawaban kepada public.
Bangunan organisasi mempunyai
batasan dan antara pelaksana, pendukung dan manajemen. Semua harus berjalan
linier sebagaimana jarum jam, bergerak dari sistem yang kecil menggerakan yang
lebih besar dan terus menggerakan agar putaran jarum jam dari detik, menit, jam
sampai pergantian hari dengan sistem yang tidak menyimpang satu dengan yang
lain. Gerakan tersebut terukur dan sesuai dengan tujuan yang dapat dilihat
hasil oleh orang lain dengan mekanisme dan norma yang benar.
Polisi mempunyai organisasi yang
besar, yang tersusun dari tingkat top manager sampai pada level
pelaksana yang merajut di akar rumput Babinkamtibmas. Organisasi besar yang
tersebar sampai ke plosok bumi pertiwi demi satu tujuan keamanan dan ketertiban
masyarakat Indonesia.
Pola
Kinerja Polisi
Organisasi polisi tersusun secara
sistematis, terlembaga dan mengakar pada tujuan dalam pemerliharaan keamanan
dan ketertiban, penegakan hukum dan pemberian perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat. Susunan organisasi terfragmentasi pada unit
pelaksana dari tingkat atas sampai pada grass
root dalam kapasitas yang sama. Polisi sebagai aktor bukan ditengah
masyarakat tidak lagi melihat symbol
dalam pangkat ataupun klasifikasi dalam eselon. Masyarakat menilai kinerja
polisi dari kapasitas kebutuhan masyarakat dan rasa nyaman dalam hak-haknya
dalam lingkup sebagai warga negara. Karena dalam warga negara hak-hak sipil
mempunyai jaminan perlindungan dan pelayanan dari Negara sebagaimana
digariskan.
Secara filosofi penggunaan symbol
dalam pangkat polisi sudah memikul tugas dan tanggungjawab yang sama, membawa
keamanan dan ketertiban, penegakan hukum dan perlindungan dan pelayanan
masyarakat yang berada dalam satu posisi bahu yang sama. Tinggal bagaimana
polisi mengatur dan membagi tanggungjawab dalam kapasitas organisasi yang
terfragmentasi dalam unit-unit kecil sebagai ujung tombak mendekatkan pelayanan
secara langsung ditengah kebutuhan masyarakat.
Polisi
secara organisatoris telah menggunakan organisasi moderan, dalam organisasi
modern menggunakan berbagai konsep-konsep dan teknik-tekniknya dikembangkan
dari multidisiplin. Tujuannya adalah untuk memberikan sintesa yang menyeluruh kepada
bagian-bagian yang berhubungan dengan semua bidang untuk mengembangkan
organisasi agar diterima secara umum. Dalam organisasi modern mekankan pada
perpaduan dan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan secara menyeluruh dengan
pembagian tugas secara profesional. Dalam lingkup organisasi kekinian, susunan
organisasi yang terstruktur tidak lagi menjadi pedoman yang diunggulkan, tetapi
organisasi lebih bersifat flat. Dimana dalam organisasi tersebut dibutuhkan
tingkat profesionalitas yang terukur dari implementor. Sehingga ukurannya
adalah kesesuaian antara kebutuhan dan harapan.
Kinerja
polisi dapat dilihat dari dua kacamata besar yang mengangga dalam setiap celah
kebutuhan masyarakat. Dimana polisi berada ditengah masyarakat yang independen,
tidak melihat dimana posisi seorang polisi berdiri tetapi melihat dalam
kacamata polisi harus membawa dua ranah warga negara yang berlawanan satu
dengan yang lain. Polisi berada diantara sampah kehidupan masyarakat. Polisi
harus bekerja menyenangkan dua orang bertikai secara seimbang. Begitu juga
polisi harus berdiri diantara kebutuhan masyarakat dan keterbatasan negara.
Sebagai polisi yang professional perbaikan masyarakat dan
rasa aman masyarakat menjadi harga mati yang harus dipertahankan. Dimana
pembangunan masyarakat selalu diawali dengan cermin polisi yang berada
dilingkungan teresebut. Karenanya kinerja polisi diukur bukan banyaknya kasus
yang diungkap tetapi bagaimana embrio kejahatan tersebut mati sebelum
berkembang.
Preventif Approach
Sebagai payung hukum operasional
kepolisian menempatkan ayat 1 dalam pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 dengan wewenang
polisi dengan mengedepankan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat
lebih awal dari pada penegakkan hukum yang berkaca pada problem solving sebagai solusi. Begitu juga dalam struktur
organisasi yang digunakan saat ini polisi mengedepankan fungsi pencegahan dan
pemerilaharaan lebih dominan dari pada fungsi penindakan. Artinya bahwa polisi
berada ditengah masyarakat bukan didominasi oleh pertimbangan hukum tetapi
lebih mengedepankan pencegahan dan pemecahan permasalahan di tengah masyarakat.
Prosentase penindakan atau penegakkan hukum lebih kecil dibandingkan dengan
pencegahan dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban, oleh karennya mind set atau prilaku polisi dilapangan
juga mengikuti alur pemikiran tersebut.
Melihat kondisi tersebut polisi
sebagai warga negara dan sebagai aparatur harus dapat menempatkan diri secara apik.
Karena polisi harus berada di depan dari pola pemikiran warga negara yang lain.
Sebagai pemelihara, sebagai pelindung, sebagai pengayom dan pelayan serta
sebagai sebagai penegak hukum, maka kondisi polisi sebagai implementor harus
berada di depan dalam segala aspek kebutuhan masyarakat. Karena posisi polisi
sebagai implementor kebijakan, polisi akan menjadi tempat mengadu dan
mencarikon solusi dalam berbagai segmen kebutuhan masyarakat. Dengan keadaan
tersebut, maka polisi harus mampu mengisi dirinya berbagai kebutuhan baik
infomasi, pengetahuan maupun pengalaman empiric dalam menyelesaikan berbagai
kebutuhan masyarakat.
Sir Robert Peel (1828) yang pertama
mendirikan pelayanan polisi kepada masyarakat dan membedakan sisi tugas polisi
dengan militer di London Inggris. Dasar tersebutlah kemudian dengan berbagai
tugas kepolisian yang mengedepankan sisi humanis menjadikan kinerja polisi
sebagai bagaian dari aparatur yang melindungi dan menyayangi masyarakat. Sebagai
bagian integral dari aparatur pemerintah bersama dengan komponen yang lain
polisi mempunyai kewajiban yang lebih banyak menangani berbagai persoalan
sosial.
Polisi kekinian mendasari konsep
tersebut mengembangkan tugas melindungi dan menyayangi masyarakat dengan konsep
wewenang polisi dalam undang-undang dengan pemerilaharaan kamtibmas. Konsep
yang saat ini dikembangkan dan dilaksanakan oleh polisi dalam memberikan
perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat dengan dengan mendekatkan hubungan
polisi dengan masyarakat. Mendekatkan
seluruh masyarakat dengan polisi dalam berbagai kebutuhan. Ketika masyarakat
membutuhkan polisi maka polisi ada diantara mereka dengan segala atributnya.
Dari kondisi tersebut maka polisi harus ada ditengah masyarakat dalam wujud,
symbol dan kebutuhan. Sehingga masyarakat terlindungi dan terayomi dengan
sesungguhnya.
Dengan pendekatan pencegahan akan
gangguan kamtibmas, maka ada dua kegiatan yang harus selalu dilakukan oleh
polisi. Kegiatan pertama adalah melekatkan polisi dengan masyarakat dan yang
kedua melalui pendeteksian setiap embrio kejahatan.
Secara konseptual Friedman R (1998) Community
Policing; Comparative and Prospect
dalam konsepnya menyatakan community policing adalah
kebijaksanaan dan strategi yang bertujuan untuk memperoleh hasil yang lebih
efektif dan efisien dalam mengendalikan kejahatan, mengurangi rasa takut atas
ancaman kejahatan (fear of crime), memperbaiki kualitas
kesejahteraan hidup, meningkatkan perbaikan pelayanan polisi dan legitimasi
melalui kemandirian proaktif berlandaskan pada sumber daya komunitas masyarakat
yang mencari upaya untuk merubah kondisi-kondisi yang menyebabkan adanya
kejahatan. Pendapat Robert Blair dalam Kratcosky dan Duane Dukes (1991:86)
menyatakan community policing “as a philoshopy of policing it
embodies a number of principles or ideas that guide the structure of policing
or ideas that guide the structure of policing to ward goal attainment” Artinya
bahwa konsep community policing sebagai
sebagai sebuah strategi dan filosofi perpolisian untuk mencapai tujuan
organisasi kepolisian dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada
masyarakat.
Lalu apa implementasi community
policing secara membumi yang
dilakukan oleh polisi?. Bagaimana pelaksanaanya?. Sudahkan berjalan secara
optimal, bagiamana outcame-nya dan banyak pertanyaan lain dibenak
masyarakat.
Saat ini polisi yang
melakukan tugas dilingkungan warga masyarakat dan selalu melakukan deteksi dan
menjadi problem solving dalam persoalan yang terjadi dilingkungan warga
masyarakat. Setiap hari setelah petugas tersebut melakukan door to door
ke lingkungan warga masyarakat untuk melakukan perlindungan secara melekat
dalam berbagai aspek kebutuhan masyarakat.
Pola pencegahan dengan lebih
mendekatkan kepada kebutuhan masyarakat belum mampu mencegah terjadinya tindak
pidana secara gradual, tetapi sedikit banyak akan menambah pengetahuan warga
masyarakat tentang pentingnya pengamanan diri sendiri. Bangunan tersebut bukan
tanpa arah tetapi lebih mendewasakan warga masyarakat tentang pentingnya rasa
aman. Hal tersebut menjadi bagian yang harus diyakini oleh warga masyarakat
betapa keamanan menjadi kebutuhan yang sekunder sebelum melakukan kegiatan atau
akativitas lainnya.
Represif Approach
Dalam
kegiatan polisi selalu mengedepankan pendekatan yang lebih persuasive. Hal
tersebut diyakinkan bahwa siapapun warga masyarakat pada dasarnya tidak ingin
melakukan kegiatan yang merugikan orang lain dalam bentuk materill maupun
imateriil. Filosofi tersebut di amini oleh semua pihak. Karena manusia adalah
mahluk sosial yang mempunyai kesamaan untuk dapat hidup bersama dan
berdampingan dengan orang lain.
Banyak
tindakan kepolisian yang telah dilakukan dalam menjalankan tugas-tugas pokoknya
sebagai bagian dari pertanggungjawaban ke public. Namun hal tersebut tidak
selalu menjadikan tindakan polisi sebagai tindakan yang menguntungkan semua
pihak, tetapi juga merugikan pihak tertentu. Sebagai contoh; dalam sebuah kasus
pencurian pasal 363 KUHP dengan unsur mengambil barang orang lain, sebagian
atau seluruhnya, tanpa diketahui oleh pemiliknya dan tentu saja hal tersebut
merugikan pihak yang menjadi korban. Lalu, kemudian dengan laporan korban yang
dirugikann tersebut polisi mampu menangkap pelaku kejahatan tersebut. Alhasil
tersangka di tangkap dan diproses hukum dan dijatuhkan vonis oleh pengadilan.
Selama
dalam tahanan terpidana adalah orang biasa dan mempunyai anak istri adik dan
kaka serta keluarga lainnya. Mereka akan merasa kehilangan keluarga tersebut,
lebih-lebih terkait dengan tanggungjawab sebagai kepala keluarga. Secara
otomatis bahwa kerugian perbuatan yang dilakukan oleh satu orang akan menjadi
beban sekian orang. Itulah yang terjadi dalam tindakan polisi dengan pendekatan
represif.
Polisi
sebagai aparatur pemerintah pelayan dan pelindung masyarakat juga sebagai penegak
hukum yang aktif. Artinya disamping mempunyai tugas dan tanggung jawab
penegakan hukum, polisi jug mempunyai tanggungjawab memberikan pelayanan dan
perlindungan kepada masyarakat. pada akhirnya proses pendekatan dengan represif
juga akan menjadi beban bagi warga masyarakat lainnya.
Pendekatan
ini tentu akan menjadi bagian yang akan menimbulkan persoalan sosial disisi
yang lain. Harapan besar bahwa persoalan sosial diselesaikan tanpa menimbulkan
persoalan baru dan dapat dapat diterima oleh semua pihak dengan wins solution. Ini harus diciptakan dan dibudayakan.
Harapan
yang besar adalah kemajuan dan kesejahteraan masyarakat terwujud secara merata
di semua tingkatan sosial. Dengan demikian maka tindakan-tindakan pelanggaran
hukum yang berhubungan dengan ekonomi akan semakin berkurang. Karena pola
preventif dan represif yang dilakukan polisi lebih bersifat edukasi dan untuk
warga masyarakat itu sendiri.
Tindakan-tindakan
refresif yang dilakukan oleh polisi
dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban serta penegakan hukum dilakukan
hanya untuk membuat jera pelaku tindak pidana. Tidak ada tujuan yang lebih
besar selain mengarahkan warga masyarakat orang perorang untuk kebaikan. Sehingga
represif approach yang diterapkan agar perbuatan tersebut tidak
terulang dan dilakukan lagi oleh dirinya maupun orang lain. Inilah momen yang
dibangun untuk menjadikan masyarakat tertib dan bermanfaat bagi banyak orang
sebagai mahluk sosial.
Penutup
Secara filosofi
tidak ada manusia yang dilahirkan dengan tanda yang membuat dirinya akan
menjadi penjahat dan merugikan banyak orang. Karenanya perkembangan sebagai
proses pendewasaan manusia mempunyai banyak keterpengaruhan dari berbagai
komponen dan kepentingan sebagai mahluk sosial. Sehingga mempunyai keinginan
yang lebih besar dalam mencapai dan menuju sesuatu obesesi dengan cara yang
instan.
Pendekatan hukum
dalam tugas kepolisian adalah lebih sebagai upaya mencerahkan rasa keadilan
sebagai akibat dari perbuatan yang telah terjadi. Sehingga harus dibuktikan
dengan proses hukum sebagai mekanisme. Pendekatan hukum memang upaya maksimal
yang mutlak dan dapat dipertanggungjawabkan oleh petugas hukum, karena
disamping ada aturan yang dipedomani juga menggunakan nurani yang paling dalam.
Sehingga proses hukum dapat menghasilkan rasa keadilan semua pihak.
Dalam organisasi
kepolisian sebagai penegak hukum jalanan, mempunyai prosentase pencegahan lebih
dominan dari pada penindakan (istilah dalam kepolisian) karena memang mencegah
perbuatan itu terjadi lebih penting daripada menciptakan keadilan dunia. Artinya
bahwa seadil-adilnya proses hukum dunia mempunyai kefanaan yang dilakukan oleh
petugas hukum. Sehingga rasa keadilan
tersebut menciderai bagi obyek keadilan. Inilah yang dikhawatirkan.
Pencegahan mempunyai
dukungan maksimal dari semua pihak. Karena rasa keamanan dan ketertiban milik
semua pihak. Tidak ada seorangpun yang menyukai kebrutalan dan kehancuran,
karena memang tidak elok dan merusak tatanan. Semoga pencegahan yang menjadi
dominasi dalam tugas pokok fungsi dan peran kepolisian mendapat dukungan dari
semua pihak. Dan juga kemaslahatan manusia menjadi domain yang selalu
dikedepankan oleh masyarakat bangsa dan Negara. ### (mn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar