Senin, 15 Agustus 2011

2011, Mahalnya hidup di Jakarta

Muhammad nasir

Tahun 2011 sudah berjalan di paruh waktu. Dan perlahan tapi pasti program yang selama ini disampaikan oleh Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah akan berekses pada pola kehidupan masyarakat secara individual. Issue yang berkembang menjelang akhir tahun yang menjadi perdebatan seakan mendekati kenyataan.
Pembatasan subsisdi BBM bagi kendaraan plat hitam atau kendaraan pribadi yang akan diberlakukan tahun depan atau tepatnya bulan Maret 2011 sebagaimana kesepakatan anggota DPR RI dengan Pemerintah (Sindo 14/12) yang secara otomatis akan berdampak pada sistem pengeluaran keuangan keluarga. Pembatasan subsidi BBM yang tepatnya kenaikan BBM lebih dari 50% akan diberlakukan bagi semua kendaraan peribadi yang ingin mengoperasionalkan kendaraan peibadinya. Secara otomatis masyarakat individual akan mengeluarkan kocek yang lebih banyak untuk menjalan aktivitasnya.
Kedua, Electronic Road Pricing (ERP) yang juga akan diberlakukan oleh Pemerintah Daerah di jalan-jalan protokol Jakarta guna menekan operasional kendaraan bermotor dijalan yang juga harus membayar pada saat melintasi jalan tersebut. Yang menjadi alasan diberlakukannya ERP adalah untuk mengurangi kemacetan di jalan protocol dan mengalihkan agar masyarakat menggunakan kendaraan angkutan umum.
Permasalahan saat ini bagi angkutan umum memang merupakan pilihan yang bijak bagi masyarakat untuk melakukan perjalanan, bila memang angkutan umum tersebut telah memenuhi kaidah pelayanan public yang aman, murah, cepat serta efektif bagi kepentingan masyarakat secara umum. Saat ini pilihan angkutan umum memang belum memenuhi tuntutan masyarakat, dimana kondisi busway yang menjadi andalahan dalam pelayanan transportasi angkutan belum sebagaimana yang diharapkan.
Ketiga adalah rencana Pemerintah Daerah yang akan mengambil pajak 10% dari pedagang kaki lima yang mempunyai penghasilan Rp. 60 juta rupiah perbulan. Kondisi ini semakin memperbesar biaya  yang akan dikeluarkan oleh masyarakat dalam melakukan aktivitasnya. Karena umumnya masyarakat yang melakukan kerja di Jakarta secara umum bertempat tinggal dipinggiran Jakarta atau berada jauh dari tempat kerjanya.
Dan yang terakhir berkembang adalah wacana parkir dengan menggunakan zona yang sedang digarap Pemerintah Daerah yang akan menerapkan parkir kendaraan Rp. 10.000,- perjam. Bagaimanapun upaya yang dilakukan obyek yang menjadi sasaran adalah masyarakat secara individual yang akan menanggung beban dalam menjalankan status social dan warga masyarakat. Tak ada ruang untuk masyarakat yang lebih bebas dalam menjalani kehidupan sebagai warga negara, yang murah dan terlindungi secara gratis oleh Negara.
Masyarakat harus melakukan perjalanan dari pagi hari menuju tempat kerja dan pulang sore hari menuju tempat tinggal mereka dengan menggunakan tenaga dan ongkos. Biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar dengan regulasi yang akan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diawal tahun 2011.

Regulasi Pemerintah
Banyaknya regulasi yang diberlakukan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat hanya bersifat menekan dan mengambil keuntungan dari masyarakat secara membabi buta. Bagaimana tidak, sampai saat ini DKI Jakarta sebagai Pusat Pemerintahan dan Pusat Bisnis di Indonesia masih menerapkan biaya UMP yang relative kecil yaitu sebesar Rp 1.118.009/bulan. Sementara biaya hidup di Jakarta dengan regulasi yang bertumpuk membutuhkan biaya yang sangat besar dan tidak seimbang antara UMP yang diberikan dengan regulasi pungutan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Sampai dengan saat ini semua jenis pelayanan pelayanan public yang menyangkut kebutuhan masyarakat harus mengeluarkan biaya, baik biaya resmi yang menjadi PNBP maupun biaya tidak resmi yang diminta oleh petugas yang memberikan pelayanan tersebut. Hal tersebut sangat membebani masyarakat dalam pengelolaan keuangan rumah tangga mereka.
Fitzsimmons (1999) bahwa regulasi pemerintah sebagai leading sektor pelayanan publik dalam manajmenen pelayanan terdiri dari jenis business services, trade services, infrastructure services, social / personal services dan public services. Lebih melekat bagi masyarakat adalan pelayanan Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang bersifat mengatur atau penegakkan hukum, pelayanan yang bersifat penyediaan barang dan jasa, pelayanan yang bersifat layanan civil dalam berbagai kebutuhan masyarakat.

Namun dalam kaitan ini lebih mengarah pada tujuan jangka pendek yang menekan pada aspek pendapatan pemerintah dengan tidak mengarah pada kebutuhan masyarakat yang lebih mendesak dan jangka panjang. Karena ketika pendapatan masyarakat kecil, fasilitas pelayanan public buruk dan prilaku pelayanan yang korup menambah beban bagi masyarakat untuk mengeluarkan cost yang lebih besar, baik secara financial maupun waktu.

Untuk itu pemerintah tidak perlu bersemangat dalam meng-golkan berbagai kebijakan yang lebih memudaratkan masyarakat, sementara dipihak lain para pejabat pemerintah duduk dengan manis menikmati hasil “pemerasan” dengan dalih kebijakan pajak dan pembatasan subsidi yang tidak dinikmati oleh masyarakat secara utuh.


Mengefektifkan Kinerja Pemerintah

Tidak perlu diperdebatkan sistem kinerja pemerintah yang buruk. Semua jenis pelayanan public memang membutuhkan uang dan proses yang panjang.  Disadari atau tidak kondisi tersebut terjadi pada semua pelayanan public.
Oleh karena itu beban masyarakat cukup berat dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk itu perlu kajian yang lebih komprehensif dalam upaya menekan keuangan Negara dengan lebih mengefektifkan kinerja aparatur Pemerintah.
Dalam berbagai kegiatan pemerintah lebih pada upaya pencitraan bukan pada gerakan pelayanan yang lebih membumi. Mengedepankan acara seremonial bukan pada aspek kinerja yang lebih nyata, oleh karena itu pelayanan public tetap berjalan pada sistem penguasa dan rakyat bukan pada sistem pelayanan pemerintah sebagaimana disampaikan Elhaitmmy (1998) yang menilai pelayanan Pemerintah harus bersifat service excellence yang melayani pelanggan secara memuaskan dengan unsur pokok kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan.
Dalam berbagai kegiatan yang disampaikan pemerintah lebih banyak kegiatan yang bersifat pencitraan dan pencarian nilai positif dimata public. Masyarakat dalam memandang kegiatan pemerintah bukan dari banyaknya acara yang dibuka dengan melibatkan jumlah massa yang besar, tetapi lebih kongkrit pada penilaian seperti turunnya harga bahan makanan pokok, terjamin transportasi massa, begitu juga dengan keamanan masyarakat dalam setiap aktivitasnya.
Kondisi tersebut menaikan nilai atau raport pemerintah dalam pendangan masyarakat tanpa harus mencari opini dengan kegiatan yang seremonial. Pemerintah sebagai regulator dalam berbagai kebijakan pelayanan kepada masyarakat, tidak harus selalu menjadi corong dalam pelayanan, tetapi dapat dilakukan dengan menggandeng swasta untuk memberikan service excellence kepada masyarakat. Tidak juga harus mengandalkan tingkat keberadaan gedung dan kendaraan yang mewah dalam pelayanan, tetapi lebih pada sistem pelayanan yang tidak selalu dilayani bila harus menyogok petugas pelayanan. Konsep ini harus jelas disampaikan pemerintah kepada masyarakat.
Jumlah aparatur birokrasi yang besar dalam pelayanan public seharunsnya menghasilkan kualitas pelayanan yang maksimum. Karena jumlah pegawai dalam pelayanan public saat ini tidak lagi efektif sebagaimana disampaikan oleh Gabler (2003).
Penutup
Sebagai bangsa yang besar dengan jumlah penduduk yang besar harus mempunyai blueprints yang visioner dan terencana. Kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini tidak dibatasi oleh sekat tapal batas dipinggiran Nunukan atau di Entikong saja, tetapi deskripsi negara dapat dilihat dalam genggaman. Oleh karena itu perlu eseni tatapan masa depan yang lebih kongkrit.
Kebutuhan masyarakat dalam mengikuti reguslasi pemerintah bukan saja berat secara ekonomis, tetapi juga terkikis secara social, dimana kebutuhan masyarakat sangat rapuh dari value dan keadaban social. Banyaknya kebobrokan penyelenggara Negara yang dipertontonkan oleh media dalam berbagai kasus telah menelanjangi nilai Negara dalam pendangan masyarakat. Sehingga banyaknya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam mengatur masyarakat tidak dapat diimplementasikan secara signifikan.
Rentannya nilai ekonomi dan pupusnya keadaban social akan menambah nilai mahal pola kehidupan masyarakat di Jakarta. Begitu juga dengan regulasi pemerintah yang mengatur masyarakat tidak memberi contoh para aparatur dalam pola kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh pejabat dan keluarga pejabat tersebut. Memerlukan revolusi ekonomi untuk membangun sistem nilai dalam masyarakat yang rapuh seperti di Indonesia.
--------- ))))((((( ------------

Tidak ada komentar: