Kamis, 25 Agustus 2011

Pilar Demokrasi Yang Koyak

Muhammad nasir

            Indonesia selalu menjadi pusat dinamika sosial yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, oleh karenanya Indonesia menjadi bagian dalam pengujian teori-teori dari berbagai kasus yang terjadi dalam perkembangannya. Kita patut bangga ketika bangsa Indonesia yang didaulat sebagai Negara yang menyenggarakan demokrasi terbuka dengan dinamikanya yang cukup dinamis yang luar biasa. Sebagai Negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia selalu menjadi pusara turbulensi yang selalu berubah setiap saatnya.
            Banyak para expert yang menjadi terbelanga dalam melihat fenomena yang terjadi di Indonesia, dimana peristiwa yang terjadi jauh dari prediksi banyak pihak. Pemilihan umum pertama yang dilakukan oleh bangsa Indonesia secara terbuka diprediksi akan terjadi banyak korban jiwa, namun yang terjadi hal yang sebaliknya, pemilu berjalan damai dengan hasil yang signifikan. Begitu juga perebutan kekuasaan kedua dari Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) kepada Megawati Soekarnoputri yang diprediksi akan terjadi pertikaian horizontal diantara pendukung Nahdiyin dengan barisan PDI Perjuangan. Dimana kedua belah pihak mempunyai basis massa yang signifikan di arus bawah, tetapi prediksi ini berjalan baik. Peralihan kekuasaan hanya terjadi intriks kecil yang melibatkan kelompok-kelompok kepentingan di tingkat grassroots.
            Situasi politik Indonesia saat ini merupakan masa kematangan dalam berdemokrasi, dimana situasi politik berjalan signifikan dalam setiap evennya. Kondisi ini dijadikan sebagai pondasi perubahan atau pergantian generasi kepemimpinan secara baik oleh banyak pihak. Posisi-posisi jabatan public telah banyak terisi oleh generasi muda dengan pola kematangan politik yang lebih humanis. Generasi politik ketiga pasca reformasi politik tahun 1999 telah masuk pada akar dan jejaring kepemimpinan muda pada hampir semua sector public. Sebagian generasi menengah yang masih menduduki habis kewibawaannya pada generasi kepemimpinan tahun 2014. Oleh karena itu generasi ketiga diharapkan akan menjadi generasi yang rasional dalam memperjuangkan menuju masyarakat yang Indonesia yang adil dan sejahtera.
Inilah yang saya pikir menjadi bagian dalam upaya menciptakan sistem tinggal landas politik Indonesia menuju politik rasional modern. Kondisi ini dimatangkan dengan pola rekutmen kepemimpinan politik yang dijaring dengan sistem politik yang dibangun dalam alam kebebasan yang luar biasa. Kematangan dalam berpolitik diawali dengan sejumlah peristiwa politik yang dapat disaksikan secara terbuka oleh masyarakat. Masyarakat dapat memilih profesi yang diinginkan secara terbuka dengan berbagai informasi yang yang luar biasa mudahnya. Oleh karena itu generasi kekuasaan yang akan datang akan menjadi generasi tinggal landas dalam menyiapkan kader politik yang bersih dan mampu membawa bangsa Indonesia menuju masyarakat yang adil dan sejahtera.
Masuknya para akedemisi yang turun gunung dari kawah keilmuan ke dalam partai politik menambah bangunan yang kokoh dalam menciptakan politik bersih yang membawa perubahan secara signifikan dalam tata kelola Negara dan pemerintahan. Oleh karena itu memasuki generasi ketiga politik Indonesia akan menjadi bangunan sistem politik modern yang membawa perubahan secara signifikan.
Eksistensi partai politik yang terus tumbuh dan berkembang menandakan minat dalam  upaya membangun sistem tata kelola kekuasaan berkembang secara massif. Kampanye budaya yang mengarah pembersihan dalam sistem tata kelola pemerintahan terus bergulir menghantarkan ke arah penjernihan sistem politik Orde Lama dan Orde Baru menjadi Orde Pencerahan. Besarnya minat dari masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam mengelola kekuasaan secara baik begitu banyak, sehingga memenuhi harapan yang besar dari masyarakat Indonesia sampai ditingkat grassroots.
Begitu besar harapan masyarakat akan perbaikan sistem politik dan tata kelola kekuasaan secara baik untuk menciptkan iklim yang bersih dan dapat mensejahterakan masyarakst secara berkesinambungan secara riil. Bukan angka-angka yang disampaikan pemerintah yang tidak menyentuh pada perbaikan kesejahteraan akar rumput. Sehingga perubahan dapat dirasakan secara bertahap dapat menyentuh langsung perubahan dalam pelayanan public dan pemenuhan pelayanan sipil untuk membangun perbaikan kehidupan masyarakat.
Fakta berbicara secara nyata dalam perkembangannya pertumbuhan partai politik yang notabene menjadi pilar penentu tata kelola kekuasaan dalam perbaikan masyarakat tidak berjalan seirama dan meningkat secara linier. Kepak-kepak sayap politik dan friksi perjalanan partai politik serta actornya selalu berdalih pada yurisprudensi masa lalu. Dimana para politikus membrangus semua harapan masyarakat hanya dalam tempo yang singkat dan massif. Semua aktor yang menjadi bagian dalam proses penciptaan masyarakat modern yang sejahtera sebagaimana kampanye politik dan sebaran berita dari berbagai media dalam pembangunan politik modern akan dapat mensejahterakan masyarakat secara berkeadilan diwujudkan dalam realita yang terbalik.
Partai politik jauh harapan masyarakat. Tampilan actor politik yang berada di lembaga tinggi negara maupun para akademisi yang turun gunung yang ingin menebarkan benih-benih kebajikan yang akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat berpaling dan melupakan panji akademik dibawah pengaruh tahta dan kekuasaan. Indonesia negara yang mempunyai toleransi tinggi dengan keberagaman yang luar biasa dari sumber daya merupakan asset mulia yang dibidik oleh bangsa lain sebagai ladang subur dalam mempengaruhi sumber daya yang dihancurkan dari dalam. Sehingga panji-panji luhur yang dibawa oleh akademisi ke tengah masyarakat bias dengan kemewahan tahta dan harta.
Memang tidak semua actor dalam partai politik menampilkan politik kotor yang menghalalkan segala cara, tetapi wilayah territiory dalam lembaga Negara legislative, eksekutif, yudikatif semuanya mempunyai andil dan keterlibatan yang menggerogoti demokrasi menjadi bobrok dan runtuh. Begitu juga dengan akademisi yang turun gunung yang membawa panji luhur keadilan, kesejahteraan dan kamanusiaan tak mampu melawan kemewahan tahta dan harta yang akhirnya tergelincir di lorong gelap korupsi yang menghancurkan generasi bangsa secara sistemik.
Sebagai anakbangsa yang mendukung kemajuan bangsa Indonesia harus mengakhiri kebobrokan mental para pemimpin dalam dalam satu kata “stop korupsi”. Bunuh benih korupsi agar tidak tumbuh dan menjalar dan menggrogoti yang lain secara fundamental dengan sistem tatakelola dan tata negara yang baik. Jadikan budaya bersih menjadi dalam setiap event kegiatan local, nasional dan global dalam membunuh benih korupsi di negeri ini. Sehingga generasi kedua bangsa pasca kemerdekaan akan mampu menjadi actor dan intelektual yang menanamkan tonggak sejarah Indonesia bersih 2050. Merdeka……

Senin, 15 Agustus 2011

2011, Mahalnya hidup di Jakarta

Muhammad nasir

Tahun 2011 sudah berjalan di paruh waktu. Dan perlahan tapi pasti program yang selama ini disampaikan oleh Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah akan berekses pada pola kehidupan masyarakat secara individual. Issue yang berkembang menjelang akhir tahun yang menjadi perdebatan seakan mendekati kenyataan.
Pembatasan subsisdi BBM bagi kendaraan plat hitam atau kendaraan pribadi yang akan diberlakukan tahun depan atau tepatnya bulan Maret 2011 sebagaimana kesepakatan anggota DPR RI dengan Pemerintah (Sindo 14/12) yang secara otomatis akan berdampak pada sistem pengeluaran keuangan keluarga. Pembatasan subsidi BBM yang tepatnya kenaikan BBM lebih dari 50% akan diberlakukan bagi semua kendaraan peribadi yang ingin mengoperasionalkan kendaraan peibadinya. Secara otomatis masyarakat individual akan mengeluarkan kocek yang lebih banyak untuk menjalan aktivitasnya.
Kedua, Electronic Road Pricing (ERP) yang juga akan diberlakukan oleh Pemerintah Daerah di jalan-jalan protokol Jakarta guna menekan operasional kendaraan bermotor dijalan yang juga harus membayar pada saat melintasi jalan tersebut. Yang menjadi alasan diberlakukannya ERP adalah untuk mengurangi kemacetan di jalan protocol dan mengalihkan agar masyarakat menggunakan kendaraan angkutan umum.
Permasalahan saat ini bagi angkutan umum memang merupakan pilihan yang bijak bagi masyarakat untuk melakukan perjalanan, bila memang angkutan umum tersebut telah memenuhi kaidah pelayanan public yang aman, murah, cepat serta efektif bagi kepentingan masyarakat secara umum. Saat ini pilihan angkutan umum memang belum memenuhi tuntutan masyarakat, dimana kondisi busway yang menjadi andalahan dalam pelayanan transportasi angkutan belum sebagaimana yang diharapkan.
Ketiga adalah rencana Pemerintah Daerah yang akan mengambil pajak 10% dari pedagang kaki lima yang mempunyai penghasilan Rp. 60 juta rupiah perbulan. Kondisi ini semakin memperbesar biaya  yang akan dikeluarkan oleh masyarakat dalam melakukan aktivitasnya. Karena umumnya masyarakat yang melakukan kerja di Jakarta secara umum bertempat tinggal dipinggiran Jakarta atau berada jauh dari tempat kerjanya.
Dan yang terakhir berkembang adalah wacana parkir dengan menggunakan zona yang sedang digarap Pemerintah Daerah yang akan menerapkan parkir kendaraan Rp. 10.000,- perjam. Bagaimanapun upaya yang dilakukan obyek yang menjadi sasaran adalah masyarakat secara individual yang akan menanggung beban dalam menjalankan status social dan warga masyarakat. Tak ada ruang untuk masyarakat yang lebih bebas dalam menjalani kehidupan sebagai warga negara, yang murah dan terlindungi secara gratis oleh Negara.
Masyarakat harus melakukan perjalanan dari pagi hari menuju tempat kerja dan pulang sore hari menuju tempat tinggal mereka dengan menggunakan tenaga dan ongkos. Biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar dengan regulasi yang akan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diawal tahun 2011.

Regulasi Pemerintah
Banyaknya regulasi yang diberlakukan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat hanya bersifat menekan dan mengambil keuntungan dari masyarakat secara membabi buta. Bagaimana tidak, sampai saat ini DKI Jakarta sebagai Pusat Pemerintahan dan Pusat Bisnis di Indonesia masih menerapkan biaya UMP yang relative kecil yaitu sebesar Rp 1.118.009/bulan. Sementara biaya hidup di Jakarta dengan regulasi yang bertumpuk membutuhkan biaya yang sangat besar dan tidak seimbang antara UMP yang diberikan dengan regulasi pungutan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Sampai dengan saat ini semua jenis pelayanan pelayanan public yang menyangkut kebutuhan masyarakat harus mengeluarkan biaya, baik biaya resmi yang menjadi PNBP maupun biaya tidak resmi yang diminta oleh petugas yang memberikan pelayanan tersebut. Hal tersebut sangat membebani masyarakat dalam pengelolaan keuangan rumah tangga mereka.
Fitzsimmons (1999) bahwa regulasi pemerintah sebagai leading sektor pelayanan publik dalam manajmenen pelayanan terdiri dari jenis business services, trade services, infrastructure services, social / personal services dan public services. Lebih melekat bagi masyarakat adalan pelayanan Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang bersifat mengatur atau penegakkan hukum, pelayanan yang bersifat penyediaan barang dan jasa, pelayanan yang bersifat layanan civil dalam berbagai kebutuhan masyarakat.

Namun dalam kaitan ini lebih mengarah pada tujuan jangka pendek yang menekan pada aspek pendapatan pemerintah dengan tidak mengarah pada kebutuhan masyarakat yang lebih mendesak dan jangka panjang. Karena ketika pendapatan masyarakat kecil, fasilitas pelayanan public buruk dan prilaku pelayanan yang korup menambah beban bagi masyarakat untuk mengeluarkan cost yang lebih besar, baik secara financial maupun waktu.

Untuk itu pemerintah tidak perlu bersemangat dalam meng-golkan berbagai kebijakan yang lebih memudaratkan masyarakat, sementara dipihak lain para pejabat pemerintah duduk dengan manis menikmati hasil “pemerasan” dengan dalih kebijakan pajak dan pembatasan subsidi yang tidak dinikmati oleh masyarakat secara utuh.


Mengefektifkan Kinerja Pemerintah

Tidak perlu diperdebatkan sistem kinerja pemerintah yang buruk. Semua jenis pelayanan public memang membutuhkan uang dan proses yang panjang.  Disadari atau tidak kondisi tersebut terjadi pada semua pelayanan public.
Oleh karena itu beban masyarakat cukup berat dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk itu perlu kajian yang lebih komprehensif dalam upaya menekan keuangan Negara dengan lebih mengefektifkan kinerja aparatur Pemerintah.
Dalam berbagai kegiatan pemerintah lebih pada upaya pencitraan bukan pada gerakan pelayanan yang lebih membumi. Mengedepankan acara seremonial bukan pada aspek kinerja yang lebih nyata, oleh karena itu pelayanan public tetap berjalan pada sistem penguasa dan rakyat bukan pada sistem pelayanan pemerintah sebagaimana disampaikan Elhaitmmy (1998) yang menilai pelayanan Pemerintah harus bersifat service excellence yang melayani pelanggan secara memuaskan dengan unsur pokok kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan.
Dalam berbagai kegiatan yang disampaikan pemerintah lebih banyak kegiatan yang bersifat pencitraan dan pencarian nilai positif dimata public. Masyarakat dalam memandang kegiatan pemerintah bukan dari banyaknya acara yang dibuka dengan melibatkan jumlah massa yang besar, tetapi lebih kongkrit pada penilaian seperti turunnya harga bahan makanan pokok, terjamin transportasi massa, begitu juga dengan keamanan masyarakat dalam setiap aktivitasnya.
Kondisi tersebut menaikan nilai atau raport pemerintah dalam pendangan masyarakat tanpa harus mencari opini dengan kegiatan yang seremonial. Pemerintah sebagai regulator dalam berbagai kebijakan pelayanan kepada masyarakat, tidak harus selalu menjadi corong dalam pelayanan, tetapi dapat dilakukan dengan menggandeng swasta untuk memberikan service excellence kepada masyarakat. Tidak juga harus mengandalkan tingkat keberadaan gedung dan kendaraan yang mewah dalam pelayanan, tetapi lebih pada sistem pelayanan yang tidak selalu dilayani bila harus menyogok petugas pelayanan. Konsep ini harus jelas disampaikan pemerintah kepada masyarakat.
Jumlah aparatur birokrasi yang besar dalam pelayanan public seharunsnya menghasilkan kualitas pelayanan yang maksimum. Karena jumlah pegawai dalam pelayanan public saat ini tidak lagi efektif sebagaimana disampaikan oleh Gabler (2003).
Penutup
Sebagai bangsa yang besar dengan jumlah penduduk yang besar harus mempunyai blueprints yang visioner dan terencana. Kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini tidak dibatasi oleh sekat tapal batas dipinggiran Nunukan atau di Entikong saja, tetapi deskripsi negara dapat dilihat dalam genggaman. Oleh karena itu perlu eseni tatapan masa depan yang lebih kongkrit.
Kebutuhan masyarakat dalam mengikuti reguslasi pemerintah bukan saja berat secara ekonomis, tetapi juga terkikis secara social, dimana kebutuhan masyarakat sangat rapuh dari value dan keadaban social. Banyaknya kebobrokan penyelenggara Negara yang dipertontonkan oleh media dalam berbagai kasus telah menelanjangi nilai Negara dalam pendangan masyarakat. Sehingga banyaknya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam mengatur masyarakat tidak dapat diimplementasikan secara signifikan.
Rentannya nilai ekonomi dan pupusnya keadaban social akan menambah nilai mahal pola kehidupan masyarakat di Jakarta. Begitu juga dengan regulasi pemerintah yang mengatur masyarakat tidak memberi contoh para aparatur dalam pola kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh pejabat dan keluarga pejabat tersebut. Memerlukan revolusi ekonomi untuk membangun sistem nilai dalam masyarakat yang rapuh seperti di Indonesia.
--------- ))))((((( ------------